Hujan Pertama

| Oktober 07, 2008 | Sunting
hujan
woooooiiiiii... hari ini di tempatku hujan untuk pertama kalinya  lhoh, setelah selama beberapa bulan ini benar-benar kering tanpa hujan. hahahaha. 

yah, mungkin hal semacam ini biasa-biasa saja bagi kalian yang tinggal di daerah dengan yang air yang melimpah. tetapi terlalu sentimental bagiku. rasanya ini benar-benar anugerah bagi kami yang tinggal di daerah sulit air.
bau tanah kering yang terkena air hujan pertama itu begitu nikmat. aromanya seperti kue. jika kamu cermat mendengarkan suaranya, ada semacam retakan-retakan dalam tanah yang seolah tertutup: nyes, nyes, nyes. 

oh ya, sudah sekitar 5 bulan kami harus mengambil air ke Sendang, desa tetangga karena sumur-sumur kami sudah kerontang. kalau ember timba kalian lempar ke dalamnya, tidak ada apa-apa. kadang bahkan ada katak yang berusaha menggunakan kesempatan untuk keluar dari dalam sumur yang tak lagi berair. mamak selalu berpesan agar aku mengambil air di sore hari, sehingga paginya aku tidak berlalu mengantre air untuk mandi. tetapi air yang sudah diinapkan semalaman itu sangat dingin kalau digunakan untuk mandi. sehingga mau tidak mau aku harus bangun lebih pagi agar bisa ke sumur lebih awal. santi dan kingkin kalau mandi tidak perlu banyak air, merekapun sekolahnya dekat saja sehingga mereka masih bisa menunggu aku pulang dengan jerigen air.

dua hari yang lalu simbah memberiku uang seribu rupiah karena aku sudah mengambilkan air 6 jerigen banyaknya. mamak sudah berpesan untuk menolaknya secara halus, tetapi aku sedang mengumpulkan uang untuk membeli sepatu jadi ya aku terima. air memang menjadi barang jualan di musim sulit seperti ini. Pakde Sugiyo, tetangga dekat kami, bisa membawa pulang uang hingga 30 ribu sehari dengan memanfaatkan tenaganya untuk ngangsokne (mengambilkan air).

hujan bukan hanya berarti sumur-sumur kami akan berisi air. tetapi menghangatkan kembali keluarga kami. kemarau memang membuat kami menghabiskan sebagian besar waktu untuk urusan air: antre air, mengambil air, antre lagi dan seterusnya.

oh ya, beruntung sebenarnya simbok membelikanku sepeda. kami memiliki dua sepeda sekarang. mamak masih tetap bisa ke sumur walaupun aku pergi ke sekolah. 

yah... Alhamdulillah, semoga air ini menjadi berkah :)

Pelatihan Fotografi Bersama Maher Attar

| Oktober 07, 2008 | Sunting
Maher Attar?? Siapa tuh?? Gak terbayang sama sekali pada awalnya karena memang namanya tak sefamiliar Jupe ataupun si Dewi Persik di negara kita. Sehingga aku memang benar-benar blank soal dia. Tapi yang jelas menurut brosur yang aku dapat Maher Attar adalah fotografer terkenal kelahiran Lebanon (wah makanya gak kenal wong ternyata dia gak sekedar kelahiran Bayat). Lalu ada apa dengan dia? Mau ngapain to?

Begini lhoh, dengan bantuan Titian Foundation dan ROTA beliau itu mau memberikan pelatihan fotografi gitu di Bayat. Dan dari 15 orang yang terpilih - ini memang edisi terbatas, hehe, namaku terpampang sebagai salah satunya. Pak Mahernya akan mulai melatih kami besok, 8 Oktober 2008 sampai tanggal 10 Oktober 2008. Tema pelatihannya sendiri adalah "Education Trough Photography" (tahu gak artinya hayo?) yang rencananya akan mengambil lokasi di sekitar Bayat untuk melakukan berbagai hunting foto.


Lalu bagaimana yah besok pelatihannya? Yah katanya bakal super menarik deh, penuh kejutan tentunya begitu terang Mbak Ratna dan suaminya, Mas Nano, yang tadi sudah mengadakan briefing awal bareng para pesertanya. So....tunggu kabar berikutnya


NB: Kalau meu lihat siapa Pak Maher lebih jauh (dah gak sabar nunggu kabar dari saya maksudnya) buka saja web-nya Pak Maher di www.maherattar.com


*Update: Pelatihan hari pertama, fotografi dan manfaatnya*


Maher sedang membagikan ilmu fotografinya. Mbak Nita, dengan kerudung cantiknya, menerjemahkan.


Idul Fitri dan Kesaktian Pancasila

| Oktober 07, 2008 | Sunting
Monumen Pancasila Sakti
Di antara gemuruh bedug dan takbir Idul Fitri 1429 H, ada pekik yang terdengar sama-samar. Yaitu pekik tentang Hari Kesaktian Pancasila dan kenangan terhadap tragedi di sekitar G30S/PKI.Lebaran tahun ini kebetulan jatuh pada 1 Oktober, bersamaan dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang setiap tahunnya diperingati pada tanggal yang sama. Bisa jadi kebetulan ini merupakan pertanda bagi bangsa Indonesia agar sungguh-sungguh iklas menerima sejarah kelam itu kemudian memaafkannya. Khususnya para korban dan keluarga korban dari semua rentetan tragedi kemanusiaan yang terjadi setelah malam jahanam 43 tahun lampau. Baik korban dari pihak TNI dan terutama semua pihak yang ikut menanggung derita karena dituding bagian dari PKI. Memaafkan bukan tidak berarti serta merta melupakan. Bila memang kita ikhlas menerima sejarah itu, maka justru kita harus memberi penghormatan pada para korban, dari pihak manapun, dan mengambil pelajaran. Di dalam konteks itulah maka wacana penghapusan peringatan Hari Kesaktian Pancasila menjadi tidak tepat.Tinggal sekarang yang masih menjadi masalah, bahkan api dendam, yaitu interpretasi terhadap sejarah.

Penghentian pemutaran rutin film G30S/PKI di televisi nasional pada setiap 30 September dan tidak ada lagi prosesi menengok dioarama di Monumen Pancasila Sakti oleh Kepala Negara seusai upacara beberapa tahun terakhir, tidak juga menyurutkan subyektivitas yang mengiringi interpretasi sejarah.


Seiring perjalanan 10 tahun reformasi, subyektivitasnya malah kian merambat bagian sejarah lainnya bangsa setelah G30S/PKI. Salah satunya adalah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang mengawali peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru.Moment Idul Fitri yang bersamaan dengan Hari Kesaktian Pancasila ini hendaknya jadi peringatan bagi semua pihak yang mengetahui obyektivitas sejarah bangsa untuk segera mengungkapnya. Makin lama masyarakat tidak mengetahui kebenarannya, makin lama bangsa ini hidup dalam prasangka dan kian sulit untuk saling memaafkan.

Sumber: Detik

Yang Tersisa dari Lebaran

| Oktober 06, 2008 | Sunting
Ketupat
Ketupat pat ketupan
Yah, secara Lebaran terasa hambar tanpa ketupat (walau aku sendiri belum pernah menemukan ketupat di meja makanku waktu lebaran)

Roti
Toples-toples aneka macam
Kuteringat pada toples2 roti yang tertata di atas meja setiap berkunjung ke rumah saudara dan tetangga

Apem.
Apem
Yah, di daerahku kue apem adalah hidangan wajib pas lebaran, sebagai wujud syukur gitu lah. Dan satu lagi, kue apem buatan ibuku sangat enak.

Uang Lebaran.
Uang-uang hari raya
Ini kenangan masa2 kecil dulu karena sekarang suddah bukan waktunya lagi untuk nerima uang beberapa ribu yang katanya untuk sekadar beli permen. Padahal kan kebutuhanku sudah bukan hanya permen aja? Hehe

Rempeyek.
Rempeyek

Enak Renyah, hahahaha. Sesingkat itukah? Gak. Apalagi cara ngebuatnya, sulit lho..


Lebih dari itu, Idul Fitri sisakan badan
yang kembali suci laksana bayi yang baru lahir
tapi tentunya dengan maaf yang
teramat dari lubuk hati...

Selamat Idul Fitri :)

| Oktober 06, 2008 | Sunting
31:27
Minal aidzin wal faidzin walaupun idul fitri sudah berlalu, tetapi rasanya tak ada kata terlambat tuk  ucapkan permohonan maaf atas  segala yang tak berkenan di hati pembaca sekalian.. Taqabalallhu minna wa minkum shiyaamana washiyaamakumkullu aamin wa antum bi khoir.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine