Museum Pasifika: Babak Baru Itu Dimulai di Sini!

| Desember 20, 2011 | Sunting
ASEAN Blogger Conference 2011
Babak baru komunitas blogger ASEAN dalam rangka mendukung terwujudnya Komunitas ASEAN 2015 baru saja dimulai. Bulan lalu, 16-17 November, ASEAN Blogger Conference 2011 berhasil menelurkan deklarasi Blogger ASEAN.

Momentum penting inidigelar di Bali. Sayang, tak banyak yang tahu tempat kegiatan ini berlangsung. "Gua pikir di hotel Bas. Tapi gak tahu juga sih!" ungkap seorang teman, mahasiswa universitas Udayana. Seorang teman lain yang turut menghadiri acara pun sempat salah sebut. "Jadi ada museum seni namanya Museum Pastika. Disitulah konferensinya,” jelasnya santai.

ASEAN Blogger Conference 2011 digelar di Museum Pasifika. Museum yang mulai dibuka Agustus 2006 ini oleh pendirinya, Moetaryanto dan Philippie Augier, diharapkan bisa memamerkan keindahan seni untuk dipelajari dan dinikmati. Meski relatif baru, tetapi Pasifika telah menjadi rumah untuk lebih dari 600 karya seni bertema Asia-Pasifik. Bangunannya sendiri dirancang oleh arsitek terkenal Popo Danes. Terbagi menjadi 8 paviliun dan 11 ruang pamer dengan luas total  12.000m2.
Pilar Tinggi Pasifika
Bangunan museum ini memadukan citra sederhana rumah Bali dengan kesan elegan pilar-pilar tinggi khas Eropa.

Begitu memasuki museum, kita disambut dengan peta Bali karya seniman Meksiko, Miguel Covarrubias, yang juga merupakan visualisasi karakteristik Bali: flora-fauna, penduduk asli, ekonomi, hingga alat transportasi. 

Melihat  Indonesia dari Sudut Lain

Dari lobby, kita akan memasuki ruang pamer pertama yang merupakan galeri pelukis-pelukis Nusantara. Ada karya "puitis" Ida Bagus Nyoman Rai yang halus tetapi rumit. Juga lukisan penuh warna Nyoman Gunarsa. Di sana kita dapat menjumpai juga karya maestro-maestro lukis Indonesia, mulai dari Raden Saleh, Affandi,  hingga Saraochmin Salim. Bermacam hasil teknik lukis dibiarkan berdampingan membentuk sebuah harmoni seni.
Penari Barong karya Nyoman Gunarsa
Ruang-ruang berikutnya memajang karya-karya pilihan seniman dunia yang menambah ragam pandang kita. Di ruang kedua misalnya, kita akan mengetahui bagaimana para pelukis Italia memandang Indonesia. Mulai dari bagaimana Piero Antonio menggambarkan penari Jawa dalam lukisan Javanese Dancer (1939), juga cara Emilio Ambron mengintepretasikan suasana pasar tradisional dalam Balinese Market Scene.

Ruang Tiga menyuguhkan tema yang lebih beragam. Para Londo (baca: Belanda) menyajikan Indonesia melalui kehidupan desa, para gadis mengambil air dengan periuk (Village girl followed by two dog-Arie Smith). Juga tradisi sabung ayam seperti yang digambarkan oleh  Charles Sayers  melalui lukisan Boy with fighting cock.

Suasana khas Indonesia akan terus kita rasakan hingga Ruang Lima. Disini, saya memberikan catatan beberapa lukisan yang saya rasa Indonesia banget. Di Ruang Empat, pemandangan pedesaan khas  Indonesia dilukiskan dengan apik oleh Gustave Bettinger melalui kawanan kerbau-kerbau dalam lukisan Buffalo on Village (1910). Seorang pria tua menarik tali kerbau, sementara pria lain yang lebih muda menggiring para kerbau dari belakang. Saya sendiri seolah merasakan Pak Tua kesulitan menarik seekor kerbau, sehingga Si Muda harus mendorong pantat si bandel. Suasana Indonesia sangat kentara dengan rumah bambu, kebun pisang, dan latar langit dan pohon kelapa. Indonesia bangetlah, mengingatkan pada koleksi gambar-gambar saya sewaktu TK. 

Sementara di Ruang Lima, kita bisa menemukan karya La-Mayeur, pelukis Belgia yang terkenal. Namun menurut saya karya Donald-Friend, Australia, seorang bocah dengan kapal-kapalannya, The Toy Canoe (1975) lebih menarik. Lukisan sederhana yang menggiring memori saya mundur belasan tahun: bermain dengan teman, membuat kapal-kapalan dari kayu dan kalua jeruk! 

Perjalanan Lintas Budaya

Maternities karya Victor Tardieu
Mulai dari Ruang Tujuh kita akan diajak berkeliling Asia-Pasifik. Di ruang ini terpajang karya-karya bertema Indochina. Terlihat sama saja sekilas. Namun, bila dilihat dengan seksama, kita akan sadar telah dibawa keluar Indonesia.

Victor Tardieu, seorang Prancis, tampil dengan lukisan Maternities (1925). Seorang Ibu menyusui bayinya, seorang gadis kecil berdiri menggendong adiknya tepat disampingnya. Aksen Vietnam terlihat dari wajah dan cara mereka berpakaian. Tampil juga di ruang ini Andre Maire, Evariste J, George Groslier, Le Pho, dan pelukis "lokal", Vu Cao Dam.

Selanjutnya, negara-negara Pasifik yang teduh akan memenuhi Ruang Delapan hingga Sepuluh. Polinesia, Tahiti, Vanuatu, serta negara Pasifik lainnya, ternyata menyimpan sejuta keindahan yang kemudian direkam melalui berbagai karya seni. Untuk lukisan, kebanyakan meng-eksplore keindahan laut. Namun, ada satu lukisan yang sangat menarik: berwarna-warni, menampilkan sosok-sosok aneh, namun sangat hidup. Lukisan  Alloi Piloko, Faka / Pirogue (1981), penuh kegembiraan. 

Menutup Perjalanan

Ruang Sebelas menutup perjalanan kita dengan sebuah sajian yang sangat menarik bagi saya. Isinya adalah showcase karya lukis dan patung dari negara-negara Asia Tenggara. Masing-masing negara diwakili dua lukisan dan satu patung. dibingkai dalam dua lukisan dan satu patung. Bendera kecil masing-masing negara ditempelkan dalam plakat keterangan.

Yang menarik, ada ada lukisan karya Lee Man Fong yang ditempeli dua bendera sekaligus: Indonesia - Singapura. Ketidaksengajaankah? Tidak! Lee memang lahir di Tiongkok dan besar di Singapura. Namun, ternyata pada 1933 ia ke Indonesia, dan menetap selama 33 tahun. Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi pelukis istana. Presiden Soekarno bahkan menunjuknya untuk membuat buku koleksi lukisan & patung presiden. Ketika kisruh politik akibat peristiwa 1965, ia kembali ke Singapura. Namun, uniknya, ia wafat di Bogor 1988. Suatu gambaran rasa cinta tanah air dari seorang asing yang benar-benar membuat saya bertanya kepada diri saya sendiri, "Bagaimana denganmu Bas?".  

Epilog 

Suatu tempat yang menarik bukan? Tepat sekali apabila kemudian tempat ini dipilih untuk menjadi tempat dihelatnya ASEAN Blogger Conference 2011. Sudah seharusnya negara-negara Asia Tenggara hidup dalam sebuah harmoni sebagai negara bertetangga. Seperti halnya lukisan-lukisan yang terpajang di Museum Pasifika: beragam teknik, beragam gaya, beragam cerita, beragam budaya, namun semuanya seolah tersatukan oleh harmoni kasih dan keindahan. Dan akhirnya, komunitas blogger ASEAN harus mendukung upaya harmonisasi antarbangsa tersebut! Kita pasti bisa! Songsong Komunitas ASEAN 2015!

Salam

Referensi:
Covarrubias, Miguel. Islands of Bali. Singapore: Oxford University Pres, 1999

Dalam Sunyi

| November 21, 2011 | Sunting


In the silences I found you, beneath the highlight. Come to see you just to know you. Day by day. It`s me on your side, but you can`t see me. And my voice is around you, but you can`t hear me. I`m walk in the silence of you. Life is colorful but you said, its all plain. ave the reason why I`m still here, hoping you, missing you.
Diam ini bukanlah diam kesombongan, diam kearogansian, diam untuk melupakan, diam tak tahu terimakasih, atau diam apapun itu. Aku masuk ke dalam posisi yang serba sulit menurutku, dan aku tak apa yang seharusnya ku lakukan selain DIAM! Aku rindu dengan semua itu, aku ingin seperti dulu, namun aku sendiri tak tahu apa yang harus kulakukan untuk memulai waktu!

FFI Jakarta, Satu Cerita

| Oktober 27, 2011 | Sunting

Dan selama ribuan tahun sudah sejarah mencatat, setiap kisah tantang kebangkitan selalu ditulis dengan tinta emas perjuangan pemuda. Kita adalah agen-agen perubahan. Kita memili energi, pemikiran, semangat, serta ide-ide brilian dalam membangun kekuatan bangsa ini. Dan Forum for Indonesia percaya ini. Salah satu visi utama kami adalah bahwa Forum for Indonesia akan menjadi forum oleh pemuda, dari pemuda, dan untuk rakyat. Pada akhirnya kami ingin mendengar kata-kata Bung Karno menggema di sanubari kita semua: Seribu orang tua hanya bisa bermimpi; namun seorang pemuda bisa mengubah dunia!

So, bergabunglah bersama kami. Di Jakarta, FFI hadir dengan 3 orang wakil sekaligus. Yakni Amalia Ayuningtyas, mahasiswa semester 3 Komunikasi UI, Bastian Hidayat - mahasiswa baru Akuntansi Trisakti, dan Diky Kurniawan Saputra, mahasiswa semester 3 Hubungan Internasional Paramadina.

Adapun, untuk program utama, FFI Jakarta menawarkan beberapa konsep. Nah salah satunya, "Kami akan menjadikan FFI Jakarta sebagai forum yang berupaya untuk mendorong potensi demokrasi di masyarakat dari umur 10 tahun sampai berapapun, yang penting masih merasa muda dan peduli Indonesia dengan menjalin diskusi terkait pendidikan, sosial, dan ekonomi! Kami akan berpenetrasi dengan lingkungan sekolah formal, informal, dan non formal untuk program ini.

Selain itu, kami juga akan mengadakan penyuluhan dan bimbingan tentang demokrasi kepada kalangan siswa SMP dan SMA, remaja masjid, gereja, dan sebagainya. Kami berharap kesadaran akan demokrasi,hak bersuara, dan permasalahn Indonesia dapat diserap oleh kalangan remaja. Sehinffa, meraka akan terbentuk menjadi individu yang kritis dan peduli kepada negeri ini. Apalagi, menurut Aristoteles, kekuatan demokrasia itu berdasarkan pada jumlah yang terbanyak! Di Indonesia, yang paling banyak adalah kalangan kelas menengah. Pelajar, pedagang kecil, petani, dan sebagainya. Dan memang seharusnya mereka mampu bersuara aktif demi kemajuan Indonesia! Karena itulah FFI Jakarta berusaha untuk membangun kesadaran demokrasi sebagai landasan pembangunan Indonesia lebih baik!"

Menyoal Keberanian

| Oktober 27, 2011 | Sunting
Dibutuhkan keberanian, untuk hal sekecil apapun itu. Apalagi untuk satu hal yang amat krusial: masa depan!

Aku Kembali

| Oktober 26, 2011 | Sunting
Kembali dari pertapaan panjang mengawal mimpi. Ketika seabrek persiapan saja tak berhasil mengantarkanku pada mimpi-mimpiku apalagi kalau kamu tak mempersiapkan apapun untuk mimpi-mimpimu?

Dalam beberapa hari ini aku merasa ada bilah-bilah mimpi lama yang mendadak menyembul kembali. Sudah tergenggam satu sebenarnya di tangan. Namun, bukankah pernah sudah pernah kukatakan, semakin kita menyelami sesuatu, akan semakin banyak hal yang ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi kita? Ahh, manusia..

Aku sekarang mencoba fokus pada satu hal, demi beberapa hal lainnya sekaligus! Kumencoba mengulur waktu mendapatkan waktu terbaik, untuk pergi.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine