Egoisme Jalanan

| November 19, 2008 | Sunting
guyur hujan itu menebarkan egoisme di jalanan, huh

di depan kantor bri cawas semua peristiwa dalam postinganku ini terjadi di tengah derasnya hujan dan gelegar petir waktu ku neduh, tadi pas pulang sekolah, sekitar jam 15.30.

jujurku takut banget ama petir jadi daripada ku mati kutu di jalan mending neduh. di depan bri dah berteduh 2orang lainya, anak smp yg baru dari les dan bapak tua, tukang reparasi payung keliling, dia duduk sambilmelipat kakinya. mukanya terlihat pucat, bibirnya bergetar pelan seolah ada kata yg akan keluar dari mulutnya yg kepulkan asap.sepeda dan alat2 kerjanya sendiri ada di depannya, ditutupi plastik.

si anak smp tadi sedang melepas jas hujannya. lalu ia mengeluarkan buku2 dari dalam tasnya satu per satu, kemudian memasukkannya ke dalam plastik, agar tidak basah pasti..

dan yang paling ujung, seorang anak sma yang duduk sambil menangkupkan ke-2 tangannya, mantelnya sudah dilepas, matanya menyipit, rambut basah, badanyapun menggigil.. itulah aku.,

suasana sepi2 saja, si bapak duduk sambil merokok. si anak smp duduk saja, tanpa suara. aku sendiri duduk dan mencoba untuk nenangin hati karena aku lagi gelisah mikirin kalau hujan tidak kunjung reda.

suasana sedikit cair pas ku stel mp3 hpku. anak smp tadi mulai bicara, tanya2 tentang diriku, walau aku sendiri tak yakin, dia cuma mau megang hpku, gitu menurutku.sedang si bapak tadi menoleh dan mencari sumber suara, kelihatan sangat kagum kemudian lihat hp di tanganku..

hujan terus saja mengguyur dan bertambah lebat malahan. ketika itulah dari tikungan arah barepan seseorang,entah laki entah wanita terlihat terobos hujan,payungnya ijo selang seling putih.baru ketika udah deket, aku baru tahu bila dia wanita, memakai jarik, baju coklat, menenteng tas, dan... dia sudah tua. dia berjalan cepat, abaikan hujan yg deras menerjang.

badhe tindak pundi mbaah jawah-jawah mekaten? tanyaku perlahan. tiinn,,tiiinn,,cruot! duh, basah mbah. sebuah pick up ijo yg melaju kencang semprotkan airdari kubangan yg ada di jalanan ke tubuh wanita tua tadi, aaaaah.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine