Senarai Buku dalam Semesta AADC2

| Mei 01, 2016 | Sunting
Lebih dari seratus empat puluh purnama setelah menonton 'Ada Apa dengan Cinta?' untuk kali pertama, serpihan hidup Cinta dan Rangga akhirnya kembali menyapaku. Kali ini lewat 'Ada Apa dengan Cinta? 2', garapan Mira Lesmana dan Riri Riza. #AADC2.

Pengalaman menonton ini semacam ziarah. Menapaki kembali berbagai macam pengalaman yang tertimbun dalam ingatan. Perlu waktu khusus rasanya untuk menceritakannya, semoga saja. Namun, selagi masih hangat dalam benak, ada satu senarai yang ingin segera kulesaikan. Daftar buku yang muncul dalam film #AADC2. Tidak semuanya. Hanya beberapa yang kukenali sampulnya, atau memang terbaca jelas judulnya.

Tumpukan novel Haruki Murakami di meja Rangga

Buku-buku Haruki Murakami
Colorless Tsukuru bertumpuk dengan 1Q84 | © Ryan Chu
Rangga tengah duduk menghadapi laptop di apartemennya di New York. Awalnya ia menulis puisi. Terlihat buntu. Setelah beberapa saat memperhatikan puisinya, ia lantas menutupnya. Lalu ganti memandangi sebuah foto. Kamera lantas menangkap novel-novel Haruki Murakami dengan jumlah tidak sedikit bertumpuk di belakang laptopnya. Dua tumpukan.

Yang paling gampang dikenali tentu saja adalah Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage, dengan batang merah, biru, putih, hitam menghiasi sampulnya. Novel ini mengisahkan kebuncahan Tsukuru Tazaki. Di masa sekolah dulu, pada awal 90-an, ia adalah bagian dari sebuah geng yang beranggotakan lima orang. Kecuali Tsukuru, nama empat anggota lain memiliki arti warna: Aka (merah), Ao (biru), Shiro (putih), dan Kuro (hitam). Akibatnya ia sering jadi bahan ledekan teman-temannya. Ejekan yang ternyata begitu membekas dalam benaknya.

Hidup Tsukuru semakin rumit ketika ia tidak dianggap lagi sebagai bagian kelompok tersebut. Tanpa alasan, tanpa penjelasan. Tsukuru begitu terpukul karena merasa disingkirkan tanpa penjelasan. Pengalaman masa mudanya ini terus menguasai hidup Tsukuru sampai ia dewasa, tahun 2011.

Tsukuru mulai berpikir untuk menuntaskan masa lalunya atas dorongan sang pacar yang tak ingin membangun hubungan lebih lanjut sampai Tsukuru tuntas dengan beban waktu silamnya.

Selain Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage, novel Haruki Murakami yang juga terlihat #AADC2 adalah 1Q84 - gampang dikenali dari punggung bukunya. Bertumpuk dengan 1Q84 adalah Sputnik Sweetheart - dengan sampul biru bercampur garis perak, dan Blind Willow, Sleeping Woman - tentu dengan pohon willow di punggungnya.

Sementara buku-buku lain yang terletak di tumpukan yang sama dengan Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage rasanya ada Dance, dance, dance dengan sampul kuning hitamnya, dan sebuah buku lain dengan juntaian belalai gajah di punggungnya yang sudah hampir pasti the Elephant Vanishes. Satu buku saja yang saya kurang pasti, buku tipis bersampul putih dengan bulatan merah di tengahnya.

Yang jelas, menemukan buku-buku yang kita cintai dalam film adalah satu kenikmatan. Lebih senang lagi karena sepertinya Rangga membacanya. Ketika ia kemudian memindahkan tumpukan novel-novel itu pada adegan lain, terlihat pembatas buku berjejalan. :)

The Road di tengah kerumunan Murakami

Masih dari adegan yang sama dalam apartemen Rangga, mataku tertumbuk pada novel Cormac McCarthy yang terselip di antara tumpukan novel Murakami. Tulisan On the Road berwarna emas terlihat dengan latar punggung buku berwarna hitam. *salah satu kesalahan dalam adegan ini adalah pada shoot awal hanya ada tumpukan buku-buku si Kafkanya Jepang, tapi pada shoot selanjutnya tiba-tiba muncul buku McCarthy*
The Road - Cormac McCarthy | © Lauren 'Crumbbumbs'
Novel yang sudah diangkat ke layar lebar ini berkisah tentang hidup bapak anak setelah sebuah bencana besar melanda Amerika. Bencana tersebut di antaranya membawa pergi istri yang juga ibu dari kedua tokoh.

Kenapa buku ini muncul? Entahlah. Yang pasti kita sama-sama tahu bahwa Rangga, dan bapaknya, Pak Yoesrizal, hidup berdua saja. Perempuan yang juga ibu dan istri mereka pergi. Kepergian yang mungkin dijelaskan oleh satu adegan di sekuel pertama #AADC. “Tahun ‘96 bikin tesis tentang kebusukan orang-orang di pemerintahan ya sama juga cari mati. Ya mending kalo cuma dipecat. Dituduh komunislah. Terlibat gerakan makarlah.”

Mohammad Hatta Nurani Bangsa

Di sudut lain apartemen Rangga terbujur buku biografi Bung Hatta, terbitan Kompas. Penulisnya adalah Deliar Noer, satu dari sedikit orang yang sepertinya begitu memahami seluk beluk kehidupan sang proklamator. Tipis saja, buku ini adalah ringkasan hidup si Bung dari kecil hingga masa tuanya.
Mohammad Hatta Nurani Bangsa
Mohammad Hatta, terbitan Kompas | © Anindita Setiaji
#AADC2 memang tidak menyentuh sedikit pun sosoknya, kecuali bahwa beberapa adegan terjadi di bandara Soekarno-Hatta. Tetapi menurutku buku karya Deliar Noer ini terhubung dengan obrolan basa basi tentang pemilu di tengah film. Bung Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X pada tanggal 3 November 1945 yang lantas mendorong pembentukan partai-partai politik. *cocoklogi tingkat dewa*

Norwegian Wood di atas meja kerja Cinta

Sengaja kuasingkan dari novel Murakami, biar panjang. Bukan. Tetapi karena Norwegian Wood adalah buku Murakami yang pertama kali kubaca. Dalam #AADC2 buku terlihat tergeletak di meja kerja Cinta. Judul yang sama mungkin juga berada di antara tumpukan novel di meja Rangga - novel paling atas salah satu tumpukan dengan sampul putih dan bulatan merah di tengah atas.
Norwegian Wood
Norwegian Wood | © Rita Wang
Norwegian Wood adalah novel kilas balik masa muda Toru Watanabe. Kisah perjalanan (cinta) yang penuh liku. Bermula dari pertemanan dengan dua perempuan, yang mana satu di antaranya kemudian mati bunuh diri. Hubungannya dengan sahabatnya yang masih hidup, Naoko, yang kemudian memutuskan untuk menenangkan diri ke sebuah balai petirahan.

Kehidupan Watanabe semakin rumit setelah seorang perempuan lain, Midori, sebelum akhirnya Naoko juga bunuh diri. Hidup yang penuh dengan kehilangan. Begitukah juga hidup Cinta? Juga mungkin Rangga?

Oh ya, selain Norwegian Wood, dua novel Murakami juga terlihat di meja apartemen Cinta. Kafka on the Shore bertumpuk dengan Sputnik Sweetheart terbitan Vintage.

Melihat Api Bekerja, penyatu Cinta dan Rangga

Mira Lesmana dalam satu wawancara pernah menyatakan bahwa berbicara Rangga adalah berbicara puisi. Puisi banyak berbicara dalam #AADC2. Dan (buku) puisilah yang lantas menghubungkan Cinta dan Rangga. Bukan menghubungkan secara langsung maksudku, tetapi lebih ke semacam: setelah ratusan purnama berlalu, ternyata mereka masih mempunyai selera yang serupa.
Melihat Api Bekerja
Melihat Api Bekerja
Dalam salah satu adegan di apartemennya, Cinta yang galau terlihat tengah membolak-balik buku bersampul coklat. Judulnya terbaca jelas: Melihat Api Bekerja. Pun saat Rangga sedang berada di ruang tunggu bandara, ia duduk bersanding dengan buku yang sama.

Melihat Api Bekerja adalah kumpulan puisi Aan Mansyur, penulis yang juga menuliskan semua puisi Rangga dalam #AADC2. Salah satu puisi kesukaanku dalam kumpulan ini, Melihat Peta, berbunyi seperti ini: 
Peta memberitahuku semua harta karun tersimpan di jantung rahasia hal-hal yang hancur. Kau menggantung seperti sesuatu yang tak mampu aku namai -- mimpi atau kenangan.

Buku dalam Semesta #AADC2

Sekali lagi, tidak semua kusertakan dalam daftar. Paling tidak ada tiga judul lain yang tidak kumasukkan meski terlihat jelas dalam film: Fashionable Shelby, di meja yang sama dengan Norwegian Wood, satu buku dari keramikus Ken Price di salah satu sudut apartemen Rangga, dan tentu saja buku bersejarah: Aku dari Sjuman Djaya yang masih disimpan oleh Cinta. Dua buku pertama tidak kumasukkan ke dalam daftar karena belum pernah melihat dan membacanya. Sementara buku ketiga aku biarkan karena kemunculannya adalah keniscayaan.

Pada akhirnya, kehadiran buku-buku dalam semesta #AADC2 menurut saya bukanlah tanpa sebab. Semuanya turut membangun jalannya cerita. Juga menjadi penguat perwatakan tokoh-tokohnya. Bahkan saya memandang kisah dari masing-masing buku juga menjadi semacam cuplikan alur film ini sendiri. Benarkah begitu?

Catatan: Sebelumnya saya salah mengidentifikasikan On the Road-nya Cormac McCarthy sebagai the Road-nya Jack Kerouac. Meski tidak ditampilkan, nafas Kerouac menurut saya terhembus jelas dari pernyataan Cinta yang menanggapi pendapat Rangga tentang petualangan: yang terpenting adalah perjalanannya, bukan tujuannya.

1 komentar:

  1. Buku-buku yang bertebaran dalam film ini adalah semacam penyelamat dari jalan cerita yang tidak terlalu kuat. Kita jadi punya alasan untuk berpikir, tidak sekadar haha hihi.

    BalasHapus

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine