Suatu hari, ketika tengah berjalan menuruni bukit selepas mencari jambu mete, kakiku terpeleset. Aaaahh. Terang saja aku memekik keras. Kaget. Meski tidak sampai terguling, pantatku terhunjam ke tanah.
Belum juga hilang kagetku, aku mendengar pekik dari kejauhan. Aaaahh. Kulihat sekeliling. Sepi. Tidak ada siapapun kecuali pepohonan. Hari memang sudah cukup sore, para penggarap ladang pasti juga sudah pulang.
Siapaa? Aku berteriak. Hening beberapa saat, sebelum kumendengar teriakan serupa dari jauh. Siapaa? Aku mengernyitkan dahi. Sebelum kusadari bahwa itu tadi ternyata pantulan suaraku sendiri. Gema.
Aku jadi teringat nasihat seseorang. Bahwa hidup manusia tak ubahnya seperti konsep gema. Apabila kita menyerukan segala hal yang baik, maka hal baik pulalah yang akan kembali ke kita.
Pun sebaliknya, ketika kita merutuki diri sendiri dengan berbagai umpatan, maka umpat pulalah yang akan kembali ke diri kita.
Sehingga jangan pernah bermain-main dengan apa yang kita suarakan. Pikirkan juga bahwa apapun itu, akan ada imbas gema yang kita terima. Kita tak ingin menerima imbas gema yang buruk bukan?
Sehingga jangan pernah bermain-main dengan apa yang kita suarakan. Pikirkan juga bahwa apapun itu, akan ada imbas gema yang kita terima. Kita tak ingin menerima imbas gema yang buruk bukan?