Bentang alam sekitar, dilihat dari Gunung Gambar. |
"Anak-anak, dimana letak gunung Semeru?"
"Di Jawa Timur Bu...!"
"Pinter, kalau gunung Everest dimana hayo?"
"Di Nepal Bu..."
"Wah, bagus sekali. Benar."
Begitulah suasana sebuah kelas pada pelajaran IPS sekitar 6 tahun silam, sungguh hidup. Murid-murid terlihat sangat aktif menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Namun tiba-tiba kelas menjadi hening.
"Kalau gunung Gambar dimana hayo? Siapa yang tahu? Sudah pada tahu semua bukan?"
Hening. Tidak yang menjawab. Ibu guru yang tadi terlihat semangatpun ikut terdiam, berdecak keheranan.
"Itu lho..." kata sang guru perlahan sambil menunjuk barisan pegunungan yang terlihat dari jendela. Sebuah benteng alam yang hijau di kejauhan. "Itu gunung Gambar anak-anak, tempat yang setiap hari kalian lihat. Di sanalah gunung Gambar yang telah menaungi kalian dalam ketenangan. Tahukah kalian?" lanjutnya. Masih banyak yang ingin beliau omongkan mungkin, tetapi lonceng pulang telah berdentang.
***
Gunung Gambar terletak di Kecamatan Ngawen, Gunungkidul yang menyimpan sejarah panjang antara dua poros kekuasaan: Kesultanan Yogyakarta - Pura Mangkunegaran (saat ini berada di wilayah Surakarta). Sebagian besar Ngawen dulunya merupakan wilayah enklave Pura Mangkunegaran. Seusai kemerdekaan Indonesia tahun 1945, warga Ngawen diharuskan memilih bergabung dengan Yogyakarta atau tetap menjadi wilayah Mangkunegaran. Meski menyimpan sejarah panjang sebagai bagian dari Pura Mangkunegaran, dalam rapat besar kala itu, warga memilih bergabung dengan Kesultanan Yogyakarta. Status tanahlah yang menjadi alasan utamanya. Kesultanan Yogyakarta menawarkan hak milih, sementara Mangkunegaran keukeuh dengan sistem gaduh (hak pakai saja). Meski demikian, peninggalan-peninggalan sejarah Mangkunegaran tetap dirawat dengan baik. Salah satunya adalah Petilasan Pangeran Sambernyawa - kemudian menjadi Mangkunegara I, di Gunung Gambar.
Gardu pandang |
Gunung Gambar merupakan tempat dimana pangeran Sambernyawa bertapa selama lebih dari setengah tahun. Disana pula ia menyusun strategi penyerangan terhadap Belanda. Tempat pertapaan itu kini hanya tersisa berupa batuan- batuan besar di atas bukit. Ceruk batu yang konon adalah bekas tapak kaki kuda Sambernyawa masih bisa dilihat hingga sekarang.
Punggung gunung |
Meski menyimpan cerita sejarah, Gunung Gambar bagi anak-anak sekitar tetap hanyalah tempat bermain dimana mereka biasa menghabiskan waktu sepulang sekolah. Dengan lincah, anak-anak itu ini berlarian di antara bebatuan tanpa takut terjatuh. Meski hanya mengenal secuil sejarah dari petilasan, tapi tetap bisa menjadi pemandu yang cukup baik.
Gerbang |
Jika pada masa Orde Baru keramaian pengunjung digambarkan lebih ramai dari pasar malam, kini Gunung Gambar jarang dikunjungi. Mereka yang berkunjung biasanya orang-orang yang ingin mencari pengayoman. Tempat ini biasanya ramai pada satu Sura atau tahun baru. Beberapa pengunjung membawa bunga untuk meminta pengabulan aneka permohonan. Petilasan Pangeran Sambernyawa diyakini bisa memberi berkah kedudukan dan kekuasaan. Sementara, untuk kekayaan satu tempat lain yang dipercaya sebagai petilasan Kyai Gading Mas menjadi tujuan utama.
Biasanya yang dapat kekayaan dan kehormatan itu adalah mereka yang datang dari tempat jauh. Bagi warga sekitar cukuplah perlindungan, kesehatan, dan keamanan yang selama ini sudah dirasakan.Warga meyakini umur panjang serta banyaknya keturunan berasal dari berkah para leluhur. Sebagai bentuk ucapan terima kasih, warga biasa melaksanakan upacara sadranan setiap satu tahun sekali.
Tidak jauh dari Gunung Gambar, terdapat desa wisata Wonosadi - terkenal dengan kawasan hutan rakyatnya. Di desa ini pulalah dapat ditemui kesenian “Rinding Gumbeng”, alat musik dari bambu kecil sederhana, namun memiliki suara khas.
|
|
|
|
|
|
Catatan: Foto utama dalam tulisan ini bukanlah milik saya, tetapi saya sendiri lupa dari mana sumbernya. Mohon maaf kepada pemiliknya.
Balasan