kelam. gelap.
pekat merajai hari.
membungkus bumi.suara jangkrik
suara kodok
suara nyamuk
gonggong segawon
orkestra abadi yang tak pernah berganti
kutermenung...
kutermenung...
mataku ingin menerobos
tapi terhalang, terhalang gelap.
tiadakah lagi yang dapat sibak gelap
tiadakah lagi yang dapat sibak gelap
selain nyala kecil teplok?
dimanakah para cerdik pandai?
dimanakah para cerdik pandai?
pak presiden...
pak menteri...
pak polisi...
pak DPR...
tiadakah mereka?
hingga kuharus menyita daya
kang samiun untuk memompa petromaks?
atau mbok karto untuk membakar obor?
tiadakah?
sungguh ku tak habis pikir,
sekalipun kemudian,
pak oemar bakrie bangkit dari pilenggahan
namun, terlamabat sudah pak
gelap telah merata
tak mungkin bapak menyedot gelap
dan memasukkanya ke dalam kendi
sendiri?
tak mungkin kan?
pak presiden sekalipun,
kemarin kemana pak?
gelap sudah semakin pekat
sementara bapak baru tiba,
tidakkah ini hanya seremoni
penyedap perang calon pemimpin negeri?
untunglah ayam-ayam kecil datang membela
mereka berusaha keras tuk memanggil matari
agar ia menyinari bumi, menyerap pekat
yang tak pernah terurai
bagai benang dalam lipatan padi...
yah, negeri ini butuh bukti bung!
butuh revolusioner yang dandani birokrasi pranata negara.
bukan sekadar para jago bicara, tapi tiada daya tuk wujudkanya
apakah itu anda?
atau mungkin anda?
tapi yang pasti bukan agos, atau yu ngatirah
mereka tak punya cukup duit untuk itu, sungguh
tapi sekalipun begitu, mereka masih sanggup,
meski tertatih,
tuk sekolahkan temon, genuk, sipar, ratno
atau siapapun anak mereka,
untuk mempersiapkan para pemimpin negara
pada nantinya.