Lagu Alarm Kamar Sebelah

| Mei 06, 2014 | Sunting
Pagi itu seperti candu - tepatnya menghirup segarnya sisa-sisa embun yang masih menggantung di udara. Pukul berapa pun saya memulai tidur, pagi hampir selalu membangunkan saya, walaupun seringkali tertidur lagi -_-. Pagi di kamar asrama saya begitu biasa. Lengang. Suara pekerja-pekerja asrama biasanya baru terdengar setelah azan Subuh, itu pun sudah tidak begitu ramai akhir-akhir ini karena banyak pekerja yang dirumahkan. Praktis semakin sepi.

Oh ya, saya mendefinisikan pagi begitu langit sudah mulai memutih terang, kadangkali jauh sebelum azan berkumandang. Sepinya pagi tersebut tentu begitu berbeda dengan suasana pagi di rumah: Mamak berteriak-teriak membangunkan sholat karena matahari sudah mengintip, diikuti dengan ramai derap kaki kedua adik saya yang bersiap berangkat sekolah. Belum lagi adik saya yang paling kecil yang semakin memperamai pagi.

Senyap di kamar akan bertahan hingga alarm jam wecker Yuska berbunyi - biasanya antara waktu azan hingga pukul enam. Setelah alarm jam wecker-nya berbunyi, alarm telefon genggamnya biasanya menyusul. Dering alarmnya sudah sedemikian biasa di telinga saya, sehingga tak perlu lagi saya tergopoh mematikannya seperti dulu.

Baru setelah itu, sekitar pukul enam tiga puluh, alarm telefon genggam teman sekamar saya yang lain berbunyi. Dan inilah yang bagi saya menarik, karena lagu alarmnya tidak pernah ganti sejak pertama kali ia datang sekitar setahun yang lalu. Lagunya adalah sebuah lagu asing. Berkat snooze mode, praktis suaranya terus berulang hingga si empunya benar-benar bangun dan mematikannya. Terkadang bahkan berulang hingga tiga hingga empat kali - sekitar 10 menit. Dan itulah kenapa saya jadi hafal liriknya - meski tidak tahu apa judul dan siapa penyanyinya.
When you feel my heat
Look into my eyes
It’s where my demons hide
It’s where my demons hide
Jenis lagunya cukup keras dan itu sepertinya yang membuatnya menjadi alarm harian. Pagi ini karena si empunya bangun lebih lama dari biasanya, saya jadi iseng untuk men-googling lagu apa yang sebenarnya sudah setahun mengisi pagi-pagiku itu *tsah. Dan... eng ing eng... ternyata lagunya grup musik alternatif asal Nevada, Imagine Dragons. 

Tapi sudahlah, saya tidak akan menuliskan tentang si penyanyi tetapi betapa lagu ini kemudian begitu melekat di benak saya. Bagi saya, lagu ini adalah dialog jiwa di masa-masa sulit. Lirik-liriknya begitu dalam, mengisyaratkan sisi "hitam" dalam jiwa sempurna kita sebagai manusia. Semuanya akan lebih jelas begitu kita melihat klipnya yang mengajak melihat bagaimana sisi "hitam" lima orang yang berbeda.



Orang pertama adalah seorang perempuan muda yang sepertinya tengah terpukul karena ditinggal mati orang tuanya. Matanya berait menatap foto keduanya. Sisi "hitam" selanjutnya adalah milik seorang lelaki yang tengah menatap refleksinya di hadapan kaca memegangi tubuhnya yang seperti tinggal kulit membalut tulang (anorexia?). 

Orang ketiga adalah seorang remaja dengan sang ayah yang pemabuk dan abusive, ringan melemparkan botol miniman ke tubuh anaknya. Sisi "hitam" nyatanya tidak sejelas namanya, dan itu yang tidak saya ketahui kita seorang tentara terlihat mengangkat tubuh seorang temannya yang sekarat. Iakah yang tidak sengaja menembaknya? Atau bagaimana?


Klip ini berakhir begitu si vokalis menggiring kita pada fakta "hitam"nya yang bermula (atau bermuara?) pada seorang penggemarnya yang meninggal dunia karena kanker.

Dan detik begitu lagunya selesai, giliran benakku yang bergelayut tanya, "Sisi "hitam" apakah yang terpendam dalam diriku sendiri?"
I can't escape this now unless you show me how!

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine