Titik Nol

| Desember 31, 2014 | Sunting
Pulang
Perjalanan adalah belajar melihat dunia luar, juga belajar untuk melihat ke dalam diri. Pulang memang adalah jalan yang harus dijalani semua pejalan. Dari Titik Nol kita berangkat, kepada Titik Nol kita kembali. — Agustinus Wibowo

Terpikat Bujuk Rayu si Serigala

| Desember 12, 2014 | Sunting
Big Bad Wolf Book Sale 2014 - Buku dimana-manaa!
Big Bad Wolf Book Sale. 7 - 16 Dec 2014. Sejak beritanya tersebar, sebenarnya aku sudah memutuskan untuk tidak datang. Buku-buku tahun lalu baru habis tiga per empatnya. Sengaja juga tidak mengikuti update Facebooknya supaya tidak ada godaan datang.

Namun, semua berubah sejak negara api menyerang begitu aku tertidur di dalam KTM sepulang dari Damansara pada 11 Desember lalu. Seharusnya turun di KL Sentral, tetapi ketika terbangun kereta sudah mendekati Bandar Tasik Selatan. Sehingga, apa daya. Perjalanan akhirnya kulanjutkan hingga ke Stasiun Serdang yang hanya sepelemparan batu dari the Mines, tempat pameran buku tersebut diselenggarakan.

***
Seperti tahun lalu, sarang si serigala penuh sesak. Sepanjang mata memandang yang terlihat adalah tumpukan ribuan buku di tengah lalu lalang manusia - rasanya yang tepat adalah lalu lalang manusia di tengah tumpukan ribuan buku. Komitmen diri untuk tidak berbelanja semakin tergoda begitu tumpukan troli menyapa tepat di depan pintu masuk. Pihak penyelenggaranya benar-benar ingin bermain dengan psikologi pengunjung-pengunjung sepertiku. Tetapi rayuan pertama tersebut berhasil kuabaikan! Alhamdulillah, batinku.

Bagian paling menyenangkan berada di pameran buku adalah kita bisa membaca sepuas hati tanpa harus berebut dengan pengunjung lain karena jumlahnya yang melimpah. Tetapi, yang lebih menantang adalah bagaimana mendapatkan buku yang enak untuk dibaca tersebut. Setiap orang memiliki caranya sendiri. Aku sendiri pertama-tama mengandalkan apa yang terlihat mata, sampulnya. Apabila menarik hati, maka lanjut ke langkah berikutnya: membaui aroma kertasnya. Yah, aroma buku itu khas. Nikmat. Semacam candu. Baru setelah itu akan diputuskan untuk membacanya atau tidak. (Tantangan yang lebih berat adalah bagaimana meyakinkan hati untuk tidak membelinya.)

Sayangnya aroma buku-buku di sarang serigala ini hampir sama semuanya, kemungkinan besar karena efek penyimpanan. Praktis hanya mengandalkan insting. Dan beruntung, hingga setengah jam disana, tidak ada satu bukupun yang menarik perhatian. Yang lebih menarik malah kehadiran anak-anak di lokasi pameran. Sebagian membolak-balik buku dari buku tempatnya. Sebagian cekikikan bersama teman-temannya, seraya menunjuk-nunjuk halaman buku yang dilihat bersama-sama. Yah, sekolah-sekolah memang sedang dalam masa libur sejak 22 November lalu. Di Malaysia, menurut pernyataan Abdul Wahab Ibrahim - direktur Dewan Buku Nasional, setiap orang membaca rata-rata 8 hingga 11 buku setiap tahun.

Buku pertama yang menarik perhatian setelah hampir satu jam adalah karya komedinya Shakespeare, Much Ado About Nothing. Film adaptasinya kulihat beberapa bulan yang lalu. Film yang indah. Ceritanya ringan, tetapi memacu otak untuk berpikir. Dan karena itulah kutertarik pada bukunya. Buku ini semakin menarik karena dilengkapi dengan ilustrasi paper-cut cantik karya Kevin Stanton. Tetapi aku meninggalkannya begitu saja setelah puas membuka halamannya satu persatu, karena harganya yang masih cukup mahal. Komitmen untuk tidak membeli buku sejauh itu memang masih terjaga, tetapi aku takut itu tidak akan bertahan lama. Menemukan buku pertama dalam pameran hanyalah sebuah langkah awal untuk menemukan buku-buku menarik selanjutnya.
Much Ado About Nothing
Much Ado About Nothing
Much Ado About Nothing
Much Ado About Nothing
Dan ketakutan itu benar adanya. Segera setelah beranjak dari mahakarya Shakespeare, mataku tertumbuk pada satu buku bersampul perak, bergambar dua biji ceri yang tak lain adalah the Castle in the Pyrenees. Tidak terlukiskan bagaimana senangnya menemukan sebuah buku yang memang sudah lama masuk dalam daftar buku untuk dibaca. Buku Jostein Gaarder inilah yang akhirnya menjadi rayuan maut si serigala. Aku takluk.
***
Hati-hati dengan si serigala
Big Bad Wolf adalah pameran buku tahunan yang cukup populer di Malaysia. Sebabnya tak lain dan tak bukan adalah harga sangat murah yang ditawarkan. Sebagian buku bahkan seharga dengan segelas teh tarik. Yah, benar sekali, buku-buku baru yang masih bagus tetapi seharga satu gelas teh tarik! Sedikit mahal di atasnya adalah seharga sebungkus nasi lemak. Contohnya saja autobiografi Arnold Schwarzenegger, Total Recall. Di toko buku kisaran harganya masih sekitar 71 ringgit. Sementara di BBW, harganya sudah jatuh menjadi 3 ringgit saja!

Sebagian besar buku yang ditawarkan adalah buku berbahasa Inggris. Tidak gampang memang mencari buku yang benar-benar kita inginkan di sini. Otak kita harus berjuang menyeimbangkan logika dan godaan harga. Bahkan aku yakin keputusan membeli sebagian orang lebih karena alasan yang kedua. Tetapi kemudian di sinilah seninya. Ketekunan menekuri kotak-kotak buku jumbo tak jarang berbuah pada harta karun. Tahun ini aku menemukan the Castle in the Pyrenees. Sementara tahun lalu aku menemukan Paulo Coelho: A Warrior of LifeHaha, bisa aja Bas menghibur dirinya.

Tahun ini, jenis buku yang paling banyak ditawarkan adalah buku anak. Selain itu juga ada lebih banyak buku-buku berbahasa Melayu. Beberapa karya penulis Indonesia yang sudah dialih bahasakan juga ada. Seperti buku-buku Tere Liye, Kang Abik dan sebagian buku Andrea Hirata.

BBW dibuka selama dua puluh empat jam setiap harinya. Tingginya transaksi buku di pameran ini bahkan membuat NST, salah satu koran terbesar di Malaysia, pernah menarik simpulan bahwa buku sudah menjadi salah satu bagian hidup orang Malaysia.

Pameran buku ini diinisiasi oleh pasangan suami istri yang juga pembaca kelas berat, Andrew Yap dan Jacqueline Ng, pada tahun 2009. Keduanya mendirikan BookXcess, toko buku yang menyediakan buku-buku berkualitas dengan harga miring, 3 tahun sebelumnya dengan misi utama untuk meningkatkan minat baca masyarakat Malaysia. Ketika ide pameran buku murah ini dilontarkan, ada sekitar 120 ribu buka ditawarkan. Dan kini, 5 tahun kemudian, jumlah tersebut sudah menjadi 3.5 juta buku!

Aku jadi teringat dengan paparan Pak Anies beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0.001 menurut UNESCO. Maknanya, dari setiap 1000 orang Indonesia hanya 1 orang yang memiliki minat baca serius. Terendah di Asia Tenggara. Mungkinkah konsep pameran buku yang sama diadopsi ke Indonesia?
Big Bad Wolf Book Sale 2014
Bocil I, sedang menekuri buku tentang Mandela
Big Bad Wolf Book Sale 2014
Karya-karya klasik bertebaran
Big Bad Wolf Book Sale 2014
Novel-novel berbahasa Melayu
Big Bad Wolf Book Sale 2014
Asyik sendiri

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine