Jerebu Datang Lagi

| April 24, 2016 | Sunting
Jerebu menyelimuti Kuala Lumpur.
Jerebu menyelimuti Kuala Lumpur. Gambar diambil Jumat (22/2) lalu
Sudah beberapa hari ini jerebu kembali menyelimuti kawasan Lembah Klang  wilayah Kuala Lumpur dan sekitarnya. Beberapa koran menyebutkan bahwa penyebab kabut asap kali ini adalah kebakaran lahan gambut di daerah Kuala Langat dan Sepang yang terletak di selatan Kuala Lumpur.

Cuaca memang sangat panas akhir-akhir ini. Efek dari gelombang panas yang kabarnya adalah yang terparah dalam 10 tahun terakhir. Hujan sesekali saja turun, kebanyakan hanya gerimis. Ratusan sekolah, terutama di bagian utara Malaysia, diliburkan karena fenomana alam ini.

Selain itu, dari awal tahun ini saja setidaknya sudah tercatat lima kali kebakaran hutan dan lahan gambut. Tiga di antaranya terjadi di wilayah Semenanjung: Bachok, Kelantan; Kuala Langat, Selangor; dan hutan simpan Gunung Arong di Mersing, Terengganu. Sementara dua kebakaran lain terjadi di Bekenu dan Marudi yang terletak di Sarawak.

Efek langsung jerebu tentu saja adalah terhalangnya pandang. Juga efek-efek kesehatan bila sudah terlampau parah. Beberapa hari ini misalnya, hidung saya terasa sangat gatal. Dari pengalaman kabut asap sebelumnya, ini baru efek awal saja. Tetapi, dengan hujan yang mulai rutin turun, semoga saja titik-titik api segera padam. Dan jerebu segera berlalu.

Vanka – Anton Chekhov

| April 11, 2016 | Sunting
the Apprentice, Ivan Bogdanov
Vanka, bocah 9 tahun, yang magang di tempat Aliakhin, si pembuat sepatu
Sudah tiga bulan ini bocah sembilan tahun bernama Vanka Zhukov itu magang di tempat pembuat sembatu Aliakhin. Saat malam Natal, ia memilih untuk tidak tidur. Ia menunggu sampai sang majikan dan istrinya, juga para pekerja lain, pergi ke gereja. Sepeninggal mereka, ia ambil sebotol tinta dan sebatang pulpen yang ujungnya sudah karatan dari lemari majikannya. Setelah itu ia membentangkan selembar kertas kusut, lalu mulai menulis.

Tetapi, belum juga memulai huruf pertamanya, ia sudah berkali-kali memandangi pintu dan jendela dengan perasaan takut. Ia juga sekilas melihat ikon gelap yang terpasang di antara rak-rak sepatu.  Ia mendengus pendek. Vanka berlutut di lantai, sementara kertas terhampar di atas bangku di depannya.

"Kakekku sayang, Konstatin Makarych!" tulisnya. "Aku tulis surat ini untukmu. Selamat hari Natal, Tuhan memberkati. Saat ini aku tidak lagi memiliki ayah dan ibu. Hanya kakek yang kupunya."

Vanka memandangi jendela yang gelap. Bayangan cahaya lilinnya bekerlipan. Sosok kakeknya seperti berdiri di sana. Konstantin Makarych adalah seorang penjaga malam di Zhivarevs, lahan perkebunan milik orang-orang kaya. Tubuhnya kecil kurus. Tetapi ia masih cukup gesit dan bersemangat untuk ukuran lelaki enam puluh lima tahun. Wajahnya selalu terlihat bahagia. Matanya sayu karena kebanyakan minum. Kalau tidak tidur di kamar pembantu, ia akan menghabiskan siang harinya untuk bersenda gurau dengan para babu. Sementara di malam hari, berbalut mantel kulit tebal, ia akan berjalan keliling kebun sambil membunyikan kelentungnya. Di belakangnya dua ekor anjing mengikuti dengan malas. Mereka adalah si tua Kashtanka dan seekor anjing bernama Eel, ia dinamai demikian karena bulunya yang hitam legam dan bentuk tubuhnya yang panjang seperti ikan loach. Si Eel ini adalah anjing yang sangat penurut, lagi jinak. Ia memperlihatkan pandangan yang bersahabat ke semua orang, termasuk yang tidak dikenalinya sekalipun. Tetapi jangan pernah percaya padanya. Kepatuhan dan kejinakannya itulah yang menyamarkan tabiat aslinya. Tidak ada yang lebih mahir dari si Eel dalam hal menyergap dan menggigit kaki. Atau bagaimana ia mengendap-endap masuk ke kelder. Juga kelihaiannya menggondol ayam milik petani. Kaki belakangnya sudah berkali-kali terkena jerat. Pernah malah dia digantung, dua kali. Dan tak terhitung lagi berapa kali ia dipukuli hingga tak berdaya. Tetapi ia selalu saja pulih kembali.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine