Alam Semesta Paralel – Etgar Keret

| Februari 29, 2016 | Sunting
Aku berhubungan badan dengan kuda, juga menang lotre di alam semesta yang berbeda | foto timothy evans
Sebuah teori menyatakan bahwa terdapat milyaran alam semesta lain, paralel dengan alam semesta yang kita tinggali, dan di antara alam-alam semesta itu hanya ada sedikit perbedaan. Di beberapa alam semesta kamu tidak pernah dilahirkan, sementara di sejumlah alam semesta kamu bahkan tidak ingin dilahirkan.  

Di beberapa alam semesta paralel aku berhubungan badan dengan kuda, sementara di alam semesta yang lain aku menang lotre. Di sekian alam semesta aku terkapar di lantai kamar tidurku, perlahan mengalami pendaharan hingga mati. Aku bahkan juga terpilih sebagai presiden dengan kemenangan mutlak di sejumlah alam semesta yang lain. 

Tetapi sekarang aku tidak peduli lagi dengan alam-alam semesta paralel itu. Satu-satunya yang menarik perhatianku adalah alam semesta tempat perempuan itu meratapi pernikahannya yang gagal, dengan seorang anak laki-laki yang lucu, dan perempuan itu benar-benar sendiri. Aku yakin ada banyak alam semesta semacam itu. Alam-alam semesta itulah yang sekarang tengah aku coba pikirkan.

Dari beberapa yang aku coba pikirkan itu, kami tidak pernah bertemu di beberapa alam semesta. Aku tidak lagi peduli pada yang beberapa ini. Dan di antara yang tersisa, di beberapa alam semesta, ia tidak menginginkanku sama sekali. Ia menolakku. Sementara ia mengungkapkannya dengan lemah lembut di beberapa alam semesta, di sejumlah alam semesta ia menolakku dengan cara yang menyakitkan. Alam semesta jenis ini juga tidak lagi kupedulikan.

Yang tersisa kini hanyalah tempat ia benar-benar mau menerimaku, dan aku memilih satu di antaranya, kurang lebih seperti saat kamu memilih buah yang hendak kamu beli di kedai buah. Tentu saja aku pilih satu yang paling bagus, paling ranum, dan paling manis. Aku memilih alam semesta yang cuacanya sempurna, tidak pernah terlalu panas atau terlalu dingin. Dan kami tinggal di sebuah pondok kecil di dalam hutan.

Ia bekerja di perpustakaan kota, empat-puluh lima menit perjalanan dari rumah kami. Sementara aku berkaja di departemen pendidikan daerah. Tempat kerja kami saling berhadapan. Kadang-kadang, dari jendala kantor aku dapat melihatnya tengah menata kembali buku-buku di rak. Kami selalu makan siang bersama. Dan aku mencintainya, begitu pun dia.

Aku akan lakukan apa saja untuk bisa pindah ke alam semesta itu. Tetapi, sebelum aku menemukan cara untuk ke sana, aku hanya bisa membayangkannya. Dalam bayanganku, aku tinggal di tengah-tengah hutan. Bersama dengannya, penuh kebahagiaan. 

Alam semesta paralel di dunia ini tidak terhingga jumlahnya. Di satu alam semesta aku berhubungan badan dengan kuda. Di alam yang lain aku menang lotre. Aku tidak lagi memikirkannya sekarang. Hanya satu yang aku pikirkan: alam semesta dengan hutan dan  pondok kecil di dalamnya.

Di sebuah alam semesta aku tergeletak di lantai kamar tidurku dengan pergelangan tangan yang tersayat dan berdarah. Di sanalah aku ditakdirkan meregang nyawa. Tetapi aku tidak ingin memikirkannya sekarang. Aku hanya ingin memikirkan alam semesta yang tadi. Sebuah pondok di dalam hutan, matahari perlahan tenggelam, dan kami tidur lebih awal. Di atas ranjang, tangan kananku baik-baik saja – tidak tersayat dan kering. Ia terbaring di atasnya dan kami saling berpelukan.

Ia terbaring di sana untuk waktu yang sangat lama, hingga aku sulit merasakan keberadaannya lagi. Tetapi aku tidak bergerak. Aku suka dengan posisi semacam itu: lenganku berada di bawah tubuhnya yang hangat. Dan aku tetap menyukainya meski aku bahkan tidak lagi bisa merasakan lengan tanganku sendiri.

Aku dapat merasakan nafasnya di wajahku – berirama, teratur, tak berujung. Mataku mulai terkatup sekarang. Bukan hanya di alam semesta itu, di ranjang, di dalam hutan, tetapi juga di alam semesta yang lain. Alam semesta yang tidak ingin aku pikirkan.

Aku senang mengetahui bahwa ada satu tempat, di tengah hutan, tempat aku bisa tertidur dengan bahagia.
Judul asli cerpen ini adalah Parallel Universes, bagian dari kumpulan cerpen Suddenly, a Knock on the Door (Vintage Books, 2013). Etgar Keret adalah penulis asal Israel yang karyanya, sebagian besar adalah cerita pendek, sudah diterbitkan ke lebih dari 40 bahasa. Tahun ini Keret meraih Kusala Charles Bronfman. Cerpen Etgar Keret yang lain, Vladimir Hussein, bisa dibaca di sini. Gambar milik timothy evans.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine