Kumohon, Ingatkan Aku...

| September 10, 2012 | Sunting
Rasanya baru beberapa saat lalu aku dan mamak duduk berdua, menekuri gerobak tua kami di tengah dinginnya jalanan kota Jogja — menghadapi dagangan yang masih menggunung, ketika pesawat yang saya tumpangi mendarat dengan mulus di KLIA, 26 Agustus pagi. Kupingku masih berdengung sakit, sementara terus terngiang pesan terakhir mamak sebelum kuberangkat, "Sing ayem! Sing seneng atine, dijaga sholate!"

Yah, perjalanan telah dimulai! Masa penantianku selama setahun ini berakhir sudah ketika petugas Imigrasi Diraja Malaysia membuahkan stempel di halaman ke sekian passportku. "Anakmu yang ngeyel itu akan mulai perjalanan Mak, untukmu, untuk adik-adik, untuk bapak!", bisikku sendu. Aah, sinetron macam apa pula ini, hehe.

Tak banyak yang tahu ketika kumemutuskan untuk 'keluar' dari Trisakti awal tahun ini. Beberapa memang kukabari, beberapa tahu karena kejanggalan profil Facebookku, dimana status belajar di — kubiarkan kosong, sementara segelintir lainnya mendapatkan kabar dari angin. Kalaupun aku ingin mengucap kata 'salut', tentu saja itu pantas kuberikan kepada teman-teman SMA ku, yang tak pernah memaksakan diri untuk tahu lebih banyak. Pertanyaan mereka ihwal kuliah yang jarang kujawab ternyata telah membuat mereka mafhum, bahwa ada sesuatu yang memang tak boleh mereka tahu.

Selain 'salut', aku sebenarnya juga ingin mengucapkan beribu terima kasih. Lagi dan lagi kepada kedua orang tuaku: doa, dukungan yang terus mengalir, simbah: doanya, uang saku sesekalinya, kedua adikku: yang tidak merasa malu mempunyai mas seorang pengangguran!, sanak saudara juga tetangga yang tak lelah bertanya, "Kapan berangkat Yan?" — yang tentu saja membuatku 'risih'. Untuk para sahabat yang telah mengisi sepiku. Persahabatan bukan tentang siapa yang datang lebih dulu, bukan siapa yang lebih lama kamu kenal, tapi mereka yang datang & tak pernah pergi! Siti, Herawan, Sosi: kalian adalah sahabat terbaik di antara yang terbaik! Tentang mereka, cukup saja kukabarkan padamu: orang yang bisa membuatku gembira, orang-orang kesepian yang menemukan keramaian, candaan garing namun mengundang tawa, kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan, kisah obrolan ngalor ngidul di Facebook tengah malam, kisah lupa jalan pulang, kisah mimpi bersama, canda, tawa, (pura-pura) marah, yah itulah kami!

Terima kasih atas motivasi, inspirasi, kritik, cerca, hujat, tanya! Aku adalah orang yang banyak salah, banyak gagal, banyak khilaf, namun sekuat tenaga berusaha untuk belajar! Pembimbing-pembimbing saya di Titian, mereka yang sudah tulus ikhlas menyiram dan memumpuk sebiji sawi yang dahulu sudah hampir kering. Mohon maaf apabila tumbuhnya tidak seperti yang diharapkan :'): Ibu, mbak Nit, mbak Yani, mas Anton, mas Roel, mbak Sungsang — mbak pertama saya, mbak Wiwit — aku masih ada utang workshop nulis mbak.

Sosok kakak, penasehat spiritual, 'ibu kedua', dan juga suporter nomor satuku: Mbak Iin — Andarini Nurul Hidayati! Kalau kau bertanya padaku siapakah ia, ia adalah orang yang sering kubuat sakit, sering kubuat menangis, sering kubuat dimarahi orang, namun ia pula salah satu orang yang paling kusayang, orang yang berjasa atas turning-point dalam hidupku. Kalau aku boleh jujur, ialah orang yang sering mengisi pikiranku meski kami jarang bersinggungan, berkomunikasi. Ialah orang yang kepadanya kudedakasikan setiap langkah kecilku. Orang yang selalu percaya pada diriku, meski orang lain 'kurang' bahkan tidak setuju dengan itu, Orang yang selalu mengingatkanku untuk selalu berdoa, bersyukur, dan terus berbakti pada orang tua!

Rekan-rekan Forum Indonesia Muda — inspirator tiada tara! Khususon, uda Abrar, mas Chiro, mbak Lia, kang Ibam, kak Timy, kak Naimah, Bunda Taty, Pak Elmir, mas Dito, bang Ibnu (walaupun belum tentu kalian semua mengenalku, hehe). Bahwa ridho Allah tak kan bisa dibeli dengan bermalas-malasan! Juga janji bersabarlah indonesia, sebentar lagi kami akan datang dan menyeka airmata ibu pertiwi! Kepada teman-teman seperjuangan di Umbrella Wisdom: teruskan perjuangan kawan-kawan! Indonesia mempunyai banyak anak-anak, namun minim masa kanak-kanak! Tugas kita untuk melayani pertiwi masih panjang temaaann! Rekan-rekan Forum for Indonesia — amanah yang tak terselesaikan! Betapa pecundangnya saya ya? Teman-teman Study in Jogja, senang pasti kalian punya teman yang pandai menghilang :D

Inspirator ulung lainnya: bang Fadhli, yang membuat saya belajar untuk tidak terlalu serius! Wawayy, yang memantapkan hati saya untuk mengulang perjalanan, mbak Mariiaa, yang suka mentraktir saya, yang mengispirasi dengan caranya!

Oh ya, teman-teman camp Jogja: Rahmat Sah Saragih yang sudah telat menjemputku dan membiarkanku terlantar di Terminal Blok M! Puas lo? Masyrifah yang cantik, pintar, inspiratif — terima kasih untuk sesi curhat colongan pas bulan puasa kemarin, terima kasih SMS terakhirnya! Mbak Ika: aku pengagum rahasiamu mbak! Ang: aku suka keinggris-inggrisanmu, ketabahanmu itu benar-benar dewa! Mas Dondik yang benar-benar maha bishu, menginspirasi secara tak terduga-duga. Kak Pandu, yang telah menjelma menjadi teman diskusiku (baca: gosipin orang :p)

Aku yakin, tak semuanya bisa kusebutkan satu-satu. Namun, semua darimu kuharap bisa menjadi saksi jalan hidupku yang baru. Hari ini, 10 September 2012, kumemulai perjalanan baruku sebagai mahasiswa baru (stok lama) di International Islamic University Malaysia. Mohon doa dan dukungannya, semoga bisa menjadi mahasiswa yang amanah. Jujur, sekali lagi, semuanya datang begitu cepat, hingga tak dapat kupamit padamu satu per satu! :(

Sampai tanggal 18 Agustus malam mungkin kalian masih mendapati jawaban dariku, "Masih setia dengan dinginnya jalanan Jogja, menekuri nasib yang belum juga berpihak padaku!" ketika kalian bertanya sedang apakah aku. Namun, mulai sekarang, ketika kalian tanyakan sedang apakah diriku, "Aku sedang menyusun ulang puzzle mimpiku yang berantakan! Perantau galau yang mengadu nasib di rumah orang!"
IIUM, Garden of Knowledge and Virtue
Padamu juga, kumintakan doa atas Mamakku. Sosok ibu selalu saja menyimpan ceritanya masing-masing. Puasa tahun ini, Ibu ku tengah hamil tua. Namun tetap saja bersemangat, dan memaksakan diri untuk berjualan — menggantikan tugas bapak yang tengah absen. Selama hampir sebulan penuh kami berdua menekuri tepi jalanan kota Jogja, dari sebelum Maghrib, hingga beberapa saat sebelum Shubuh. Sebegitu hebatnya kan dia? Ketika Ibu hamil lainnya tengah duduk santai di rumah, mendengarkan lantunan klasik Mozart, mendengarkan lantunan Al Qur'an, mamakku berjuang mengumpulkan rupiah untuk anaknya yang ngeyel, suka membantah. Mengumpulkan sejumput uang untuk mengantarkan anaknya ke bangku kuliah. 

Aku tengah panik memikirkan bagaimana cara bisa sampai Jakarta — beasiswaku hanya meng-cover tiket Jakarta - KL, ketika mamakku menyerahkan plastik berisi lembaran-lembaran rupiah yang ia kumpulkan. Yah, dialah mamakku. Kumohon, ingatkanku ketika kumulai lupa pada mimpi-mimpiku, pada tujuan hidupku! Ingatkanku pada sosoknya yang tak mengenal lelah membanting tulang untukku. Ingatkanku pada orang-orang yang telah mendukungku, mendoakanku, ingatkanku bahwa kalian ingin aku 'harus sukses' — sebagaimana pula keinginanku. Kumohon, ingatkan aku..

God made no mistakes, alhamdulillah ya Allah :)

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine