Tahun ini aku tidak membaca banyak buku. Entahlah, mungkin aku tengah jenuh dengan buku. Banyak buku yang akhirnya hanya aku habiskan beberapa halaman awalnya, sisanya teronggok begitu saja di atas kasur, di atas meja, di kolong kursi, bahkan tersuruk di bawah katil. Tetapi beruntung aku masih bisa menyempatkan diri untuk mengikuti beberapa laman pilihan, menuntaskan hampir semua tulisan yang dikeluarkan sepanjang tahun. Berikut ini beberapa di antara laman-laman itu, sekadar jadi pengingat diri, bahwa laman-laman inilah yang setia menjadi pengisi hati yang sendiri.
Pindai
Akun twitter @radiobuku memperkenalkan Pindai padaku sebagai sumber bacaan bergizi sekitar satu tahun lalu. Tersirat dari namanya, Pindai menampilkan tulisan-tulisan panjang dan mendalam tentang berbagai isu penting yang seringkali malah tidak disentuh oleh media arus-utama. Awal Oktober lalu semisal, ketika media-media seperti Kompas dan Tempo sibuk menurunkan berbagai berita tentang pelarangan beberapa acara peringatan enam lima, Pindai mengulik lebih jauh: betapa enam lima tidak hanya sekadar melarang, tetapi malah menghancurkan gerakan-gerakan intelektual.
Pindai seringkali juga (secara halus) melakukan upaya pelurusan ketika media-media arus-utama gagal menangkap gagasan utama satu peristiwa. Beberapa saat setelah seorang pesepeda membuat geger karena menghadang konvoi motor gede yang tidak taat peraturan misalnya, Pindai menurunkan satu laporan panjang tentang sengketa tanah di Bumi Mataram. Kenapa ku bilang pelurusan? Karena yang mendapatkan fokus media hanyalah secetek: ada pesepeda nyegat konvoi, sudah, padahal ada pesan sosial yang lebih luas yang ingin disampaikan oleh mas Joyo, si pesepeda itu.
Pindai, kritis dan mendalam |
Hal utama yang lantas membuat Pindai terasa berbeda adalah kesan dan bahasanya yang hangat dan dekat. Dua hal yang kadangkala malah dikesampingkan oleh media-media yang berniat menjadi pilihan alternatif.
Cinema Poetica
Cinema Poetica |
Sepanjang tahun lalu aku tidak seberapa sering mengunjunginya. Baru kemudian tahun ini pertautanku dengan situs ini berlanjut. Setahun tak bersinggungan membuat Cinema Poetica terasa begitu berbeda. Ulasan-ulasannya semakin beraneka ragam. Bahasanya pun semakin ringan. Tetap renyah walau terkadang berhias berbaris-baris catatan kaki.
Eka Kurniawan - Journal
Mengintip dunia Eka |
Oh ya, juga bahwa ternyata Eka Kurniawan adalah penggemar pop Korea. Ia menggemari SNSD alias Girls’ Generation sebagaimana ia menyukai Borges atau García Márquez.
Lebih dari itu, menelusuri catatan-catatan pribadi Eka juga memberikan semacam pemahaman kenapa ia bisa menulis sedemikian bagian. Kenapa kisah-kisahnya serupa sihir.
Jagongan
Jagongan dalam bahasa Jawa memiliki beberapa makna, tergantung lokasi penggunaan kata tersebut. Di daerah Jogja-Solo dan sekitarnya misal, orang yang tengah pergi ke pesta disebut lungo (n)jagong. Adapun jagongan bisa diartikan pesta, juga bisa dimaknai sebagai ngobrol, berbincang-bincang. Sementara di wilayah-wilayah yang menggunakan dialek Banyumasan, njagong berarti duduk. Lain. Benang merahnya terlihat kan tapi? :)
Saya tahu situs ini dari cuitan @vindrasu, salah satu pendiri Pamityang2an, radio daring yang selalu ada di hati pendengarnya. Jagongan adalah situs kroyokan yang diisi berkala oleh beberapa orang penulis. Selain itu terkadang juga penulis tamu.
Halaman muka Jagongan.org |
Terlalu banyaknya media dan terlalu banyaknya tempat membuat kami bingung mencari sarana buat berkumpul, duduk bersama dan ngobrol ngalor ngidul. Demikianlah latar belakang situs ini. Dan titik inilah yang menurutku sangat personal. Aku merasa dunia sekarang ini menjadi semakin kaku. Di facebook misalnya, selarik canda saja bisa berubah menjadi debat tanpa ujung. Semakin sedikit tempat dimana kita manusia dapat membicarakan hal-hal serius tanpa harus menunjukkan urat leher. Semakin sempit tempat dimana kita bisa saling memperolok, juga menertawakan diri sendiri.
Dan Jagongan-lah yang bagiku kemudian berusaha mengakomodasi kebutuhan tersebut. Kebutuhan kita manusia untuk jagongan, untuk ngobrol, nglaras ati. Situs ini semacam pengurang rasa rinduku pada rumah. Tidak ada kebutuhan untuk menjadi kemaki dengan menggunakan bahasa Jakartanan - gue, lu, dan seterusnya.
Seringkali membaca tulisan-tulisan di Jagongan juga membuatku seperti tengah ngobrol dengan Mamak. Jagongan tentang sumbangan, tentang sekaten, tentang umbah-umbah, ahh.
Remotivi, sebuah lembaga studi yang dibentuk tahun 2010, menyajikan berbagai isu tersebut dalam bentuk tulisan dan juga media-media lain seperti video dan infografis yang ringan dan mudah untuk dipahami. Lebih lanjut, kajian-kajian renyah juga dilemparkan ke publik sebagai bentuk edukasi akan hak atas media yang sehat.
Laman ini penting untuk diikuti karena media adalah santapan sehari-hari kita. Jangan sampai kita keracunan hanya karena tidak mengetahui seluk beluknya.
Remotivi
Media selalu saja menarik untuk diikuti. Bukan saja dalam hal konten dan materi yang media sajikan. Tetapi juga berbagai 'permasalahan' yang timbul akibat komersialisasi media itu sendiri, dimana seringkali menempatkan publik menjadi korbannya.Remotivi |
Laman ini penting untuk diikuti karena media adalah santapan sehari-hari kita. Jangan sampai kita keracunan hanya karena tidak mengetahui seluk beluknya.