Semalam, rilis resmi 10 Besar Khatulistiwa Literaty Award ke-14 berputar-putar di halaman depan Facebook saya. Menariknya, alih-alih tetap menggunakan nama Khatulistiwa Literary Award atau disingkat KLA yang sudah cukup dikenal khalayak, rilis resmi tersebut memilih menggunakan istilah baru yang terdengar asing di telinga: Kusala Sastra Khatulistiwa, atau KSK.
Di satu sisi langkah tersebut sangat bagus karena ironis bila sebuah penghargaan untuk pegiat sastra Indonesia malah menamai dirinya dengan istilah berbahasa Inggris. Namun, di sisi lain kata "kusala" terdengar cukup asing di telinga.
Pun bila kamu mengernyitkan dahi tidak mengerti, tenang, kamu bukan satu-satunya. Istilah ini hampir tidak pernah digunakan. Saya berusaha mencari remah-remah kata kusala di beberapa laman berita Indonesia. Hasilnya cukup minim, tetapi syukur masih ada yang menggunakannya.
Laman Kompas.com adalah di antara yang "paling banyak" menggunakan kata tersebut. Sedikitnya ada 5 tulisan yang memuat kata kusala. Di antaranya yang paling gamblang adalah istilah Kusala Gloden Globe dalam berita Duet dengan Bocelli, Impian Dira Jadi Nyata bertanggal 20 Mei 2011. Selain itu digunakan pula istilah Kusala Ramon Magsaysay dalam berita bertarikh 23 April 2014 yang berjudul Jangan Amputasi KPK.
Membanjirnya istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia akhir-akhir ini memang seharusnya membuat kita cukup khawatir. Keengganan untuk mencari padanan kata asing sering kali hanya berujung pada transliterasi. Padahal, sebagai sebuah negara dengan lebih dari 400 ragam bahasa, kosakata kita seharusnya lebih kaya.
Kalaupun memang tidak ditemukan padanannya, kita bisa meniru cara Malaysia. Pencarian padanan kata asing dalam bahasa Melayu setidaknya melalui 3 tahap. Pertama mengulik perbendaharaan kata dalam bahasa Melayu sendiri. Bila tidak ada, maka pencarian akan dilanjutkan ke kosakata dialek seperti Sabah, Serawak, Dayak dan sebagainya. Bila masih belum ditemukan, pencarian berlanjut ke kosakata Nusantara yang lebih luas lagi cakupannya: Indonesia, Singapura dan Brunei.
Pada akhirnya, meluasnya penggunaan kata-kata "baru" semacam kusala adalah angin segar bagi bahasa Indonesia. Tetapi, juga merupakan peringatan bagi kita: sampai kapankah ia akan melekat dalam ingatan kita? Jangan-jangan kita akan kehilangan kata-kata itu, suatu saat.
Di satu sisi langkah tersebut sangat bagus karena ironis bila sebuah penghargaan untuk pegiat sastra Indonesia malah menamai dirinya dengan istilah berbahasa Inggris. Namun, di sisi lain kata "kusala" terdengar cukup asing di telinga.
Pun bila kamu mengernyitkan dahi tidak mengerti, tenang, kamu bukan satu-satunya. Istilah ini hampir tidak pernah digunakan. Saya berusaha mencari remah-remah kata kusala di beberapa laman berita Indonesia. Hasilnya cukup minim, tetapi syukur masih ada yang menggunakannya.
Laman Kompas.com adalah di antara yang "paling banyak" menggunakan kata tersebut. Sedikitnya ada 5 tulisan yang memuat kata kusala. Di antaranya yang paling gamblang adalah istilah Kusala Gloden Globe dalam berita Duet dengan Bocelli, Impian Dira Jadi Nyata bertanggal 20 Mei 2011. Selain itu digunakan pula istilah Kusala Ramon Magsaysay dalam berita bertarikh 23 April 2014 yang berjudul Jangan Amputasi KPK.
Jadi, bila dilihat dari penggunaannya, kusala merupakan padanan untuk kata award - masing-masing mengacu pada Gloden Globe Award dan Ramon Magsaysay Award.
Apakah benar demikian?
Istilah kusala diperkenalkan oleh mendiang begawan bahasa Anton Moeliono, sekitar tahun 2007. Dasarnya adalah belum adanya istilah Indonesia yang dapat mencerminkan kata bahasa Inggris award - penghargaan untuk suatu prestasi yang sangat menonjol. Dari sanalah beliau merunut makna bawaan dari kata award itu sendiri. Hasilnya, ternyata paling tidak ada tiga makna yang didapati dari kata tersebut: award, reward, prize, present, gratuity; honor, respect, appreciation, appraisal; dan gift, grace, mercy, endowment, compassion.
Dari sinilah istilah kusala disodorkan mengingat kata yang sudah diakomodasi oleh bahasa Indonesia tidak cukup spesifik untuk menjadi padanan kata award. Masing-masing dipadankan dengan kata hadiah untuk arti pertama, penghargaan untuk makna kedua dan anugerah atau karunia untuk yang ketiga.
Kusala berakar dari bahasa Sansekerta yang memiliki makna umum hadiah. Mendiang Pak Ton mengungkapkan, pemakaian kata kusala dalam bahasa kita dapat meningkatkan ketajaman daya ungkap kita karena dapat membedakan kusala dari hadiah.
Dalam artikelnya yang dimuat harian Kompas, 19 Maret 2010, Pak Ton lantas mengacu pemaknaan kata kusala ke Kusala Akademi, penghargaan yang diberikan Universitas Indonesia untuk hasil penelitian terbaik. Dari sanalah lantas makna kusala direka menjadi 'hadiah yang diberikan untuk pencapaian istimewa di bidang tertentu'.
Nah, dengan neologisme tersebut - neologisme adalah bentukan baru atau makna baru untuk kata lama yang dipakai dalam bahasa yang memberi ciri pribadi atau demi pengembangan kosakata, sangat pas apabila misalnya Ramon Magsaysay Award dipadankan dengan Kusala Ramon Magsaysay misalnya. Mengapa? Karena kusala ini diberikan kepada pihak-pihak yang mencapai prestasi terbaik dalam mewujudkan pemerintahan yang berintegritas, gigih melayani khalayak umum serta mendorong terwujudnya masyarakat yang demokratis di Asia. Atau bila kembali ke soal KSK, maknanya pun menjadi lebih gamblang kenapa bila kemudian para penerimanya mendapatkannya.
Dari sinilah istilah kusala disodorkan mengingat kata yang sudah diakomodasi oleh bahasa Indonesia tidak cukup spesifik untuk menjadi padanan kata award. Masing-masing dipadankan dengan kata hadiah untuk arti pertama, penghargaan untuk makna kedua dan anugerah atau karunia untuk yang ketiga.
Arti Kusala |
Kusala berakar dari bahasa Sansekerta yang memiliki makna umum hadiah. Mendiang Pak Ton mengungkapkan, pemakaian kata kusala dalam bahasa kita dapat meningkatkan ketajaman daya ungkap kita karena dapat membedakan kusala dari hadiah.
Dalam artikelnya yang dimuat harian Kompas, 19 Maret 2010, Pak Ton lantas mengacu pemaknaan kata kusala ke Kusala Akademi, penghargaan yang diberikan Universitas Indonesia untuk hasil penelitian terbaik. Dari sanalah lantas makna kusala direka menjadi 'hadiah yang diberikan untuk pencapaian istimewa di bidang tertentu'.
Nah, dengan neologisme tersebut - neologisme adalah bentukan baru atau makna baru untuk kata lama yang dipakai dalam bahasa yang memberi ciri pribadi atau demi pengembangan kosakata, sangat pas apabila misalnya Ramon Magsaysay Award dipadankan dengan Kusala Ramon Magsaysay misalnya. Mengapa? Karena kusala ini diberikan kepada pihak-pihak yang mencapai prestasi terbaik dalam mewujudkan pemerintahan yang berintegritas, gigih melayani khalayak umum serta mendorong terwujudnya masyarakat yang demokratis di Asia. Atau bila kembali ke soal KSK, maknanya pun menjadi lebih gamblang kenapa bila kemudian para penerimanya mendapatkannya.
Membanjirnya istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia akhir-akhir ini memang seharusnya membuat kita cukup khawatir. Keengganan untuk mencari padanan kata asing sering kali hanya berujung pada transliterasi. Padahal, sebagai sebuah negara dengan lebih dari 400 ragam bahasa, kosakata kita seharusnya lebih kaya.
Kalaupun memang tidak ditemukan padanannya, kita bisa meniru cara Malaysia. Pencarian padanan kata asing dalam bahasa Melayu setidaknya melalui 3 tahap. Pertama mengulik perbendaharaan kata dalam bahasa Melayu sendiri. Bila tidak ada, maka pencarian akan dilanjutkan ke kosakata dialek seperti Sabah, Serawak, Dayak dan sebagainya. Bila masih belum ditemukan, pencarian berlanjut ke kosakata Nusantara yang lebih luas lagi cakupannya: Indonesia, Singapura dan Brunei.
Pada akhirnya, meluasnya penggunaan kata-kata "baru" semacam kusala adalah angin segar bagi bahasa Indonesia. Tetapi, juga merupakan peringatan bagi kita: sampai kapankah ia akan melekat dalam ingatan kita? Jangan-jangan kita akan kehilangan kata-kata itu, suatu saat.
Balasan