Detik-detik Tertentu Ketika Waktu Diharap Berhenti Dulu

| April 17, 2015 | Sunting
Nature Morte Vivante karya Salvador Dalí
Apa yang berjalan dengan begitu cepat dalam hidup ini? Waktu. Ia berlalu, melaju, tanpa benar-benar memberi kesempatan manusia untuk bersiap. Banyak hal dalam hidup(ku) yang bertumpu pada ketergesaan hanya karena (seolah) laju waktu yang terlalu cepat. 

Bisakah kumeminta waktu untuk berhenti terlebih dulu barang sekejab? Pada detik-detik, atau sekadar seperdetik, tertentu saja pastinya. Detik tertentu sebelum motor bapak tersungkur menabrak deretan kios di pinggir jalan misalnya. 

Atau detik-detik dimana Mamak harus bekerja sedemikian keras hingga lupa makan mungkin. Permintaan-permintaan ini sungguhlah konyol. Tentu. Tetapi pada saat-saat seperti ini rasanya detik-detik semacam itu begitulah berharga.

Ketika kematian, saat waktu manusia benar-benar sudah tuntas, adalah sebuah keniscayaan, mungkinkah manusia meminta kesempatan istirahat sementara? 

Orang-orang bijak berujar tidak ada yang salah dengan waktu. Bahwa setiap detik berlalu tentu membawa hikmah. Juga bahwa sudah pasti tidak bisa waktu berhenti dulu meski sejenak. Yah, sudah sangat pasti. Hanya saja, seringkali tanya memang bukan untuk mengharap jawab. Kadang lebih untuk sekadar menghibur hati. Sehingga kuulang sekali lagi, bisakah kiranya berhenti? Sejenak.

Ya Allah, ampunilah hamba-Mu.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine