Kemana Perginya Orang-orang Resah

| Agustus 12, 2015 | Sunting
Makcik Nurlela IIUM
Rezeki sudah diatur, kita manusia berusaha.
Nilai tukar ringgit terhadap dolar menyentuh angka empat pagi ini. Pun nilai rupiah, terus terpuruk kabarnya, semakin mendekati nilai terendahnya.

Aku berangkat ke kelas dengan riang tadi. Tukang sapu-tukang sapu kampus tengah duduk bersama di tangga besar. Berbagi bubur kacang hijau buatan salah satunya. Tawa mereka terdengar begitu renyah. Mangkuk-mangkuk plastik di tangan mereka hingga ikut terguncang-guncang.

Di kelas, seorang kawan berkisah-kisah. Tentang bagaimana ia harus memutar otak agar tetap bisa berkurban pada hari raya nanti meski ekonomi tengah sulit. Ia berujar sungguh tidak bersyukurnya kita bila dengan apa yang kita punya sekarang, kita tetap saja mengeluh. Bayangkan seberapa keras krisis menghantam orang-orang yang lebih tak berpunya. 

Ada dari mereka itu yang bahkan hanya bisa tahu apa yang akan ia makan beberapa jam lagi. Sementara keadaan esok hari, dan esoknya, sudah lain lagi. Malam terasa semakin dingin pasti karena keterpurukan ekonomi membuat uang yang mereka punya tak lagi bisa membeli cukup makan seperti biasa.

Kawanku itu terus saja bercerita, sementara menunggu dosen datang memulai pelajaran. Aku kembali teringat pada tukang sapu-tukang sapu di tangga besar. Gajinya tak lebih dari tujuh ratus ringgit satu bulannya. Tetapi tawa mereka begitu lebar pagi tadi. Siapakah sebenarnya yang kurang bisa bersyukur?

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine