Perempuan di Pagi Buta

| Oktober 03, 2015 | Sunting

Jam enam lewat sepuluh. Aku kembali terbangun. Suara pintu kamar kubuka pelan. Berderit. Ku beranjak ke kamar mandi. Suara air mengucur terdengar sayup-sayup. Tiada sesiapa. Seseorang lupa menutup katup keran pasti semalam. Cur. Urin mengucur demikian saja tak terbendung.

Aku kembali ke kamar. Kumatikan kipas angin. Dingin. Terduduk aku di pinggiran ranjang. Lapar. Jendela tiba-tiba saja terbuka. Angin semilir masuk. Tirai merah hati tersibak. Pendar lampu jalanan terpancar. Angin terasa semakin keras. Bau sesuatu yang begitu busuk menusuk hidung sejurus kemudian.

Saat itulah suara gonggongan anjing terdengar. Pendek-pendek saja. Tapi ajeg. Ku condongkan tubuhku ke arah jendela, sambil meraih ujung tirai. Bermaksud menutupnya. Sosok perempuan bergaun putih yang dulu itu sekonyong-konyong melintas. Perempuan yang pernah kuceritakan berjalan menembus kaca jendela. Yah, perempuan yang sama. Aku yakin pasti.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine