Kalau bukan karena hendak menunjukkannya (baca: memamerkannya) pada seorang karib, mungkin buku ini akan terkubur di dalam laci meja seperti buku Aan Mansyur dulu. Buku ini tiba sejak empat bulanan lalu. Raksasa buku kiri Verso tengah memberikan potongan harga besar-besaran kala itu. Aku membeli satu buku yang kurang lebih seharga dengan makan siangku. Yah, ini buku dari Inggris.
Bukunya tiba sekitar lima minggu setelah dipesan. Aku hanya mengintipnya untuk memastikan kondisinya baik. Setelah itu ia masuk laci, dan baru benar-benar kubuka minggu lalu.
Bukunya tiba sekitar lima minggu setelah dipesan. Aku hanya mengintipnya untuk memastikan kondisinya baik. Setelah itu ia masuk laci, dan baru benar-benar kubuka minggu lalu.
Bukunya tetap berada d dalam laci karena dua alasan. Pertama karena sebenarnya sudah beberapa kali kubaca, meski edisi yang berbeda. Alasan yang kedua karena sudah sempat juga membaca beberapa halaman awal versi yang sama di Kinokuniya.
Adalah buku Eka Kurniawan yang aku maksud. Man Tiger tepatnya, terjemahan bahasa Inggris dari Lelaki Harimau. Terbit pertama kali pada tahun 2004, novel ini kembali dicetak sepuluh tahun kemudian. Mungkin karena novel Eka yang lebih baru, Seperti Rindu Dendam Harus Dibayar Tuntas (April 2014), mendapatkan sambutan baik dari khalayak.
Tahun lalu, selain menerbitkan satu kumpulan cerita pendek, novel pertama Eka - Cantik itu Luka, juga kembali dicetak. Selain itu, terbit pula terjemahan bahasa asing novel-novel Eka. Lelaki Harimau terbit setidaknya dalam 4 bahasa: Italia, Perancis, Jerman, dan Inggris. Sementara Cantik itu Luka juga terbit terjemahan bahasa Inggrisnya, setelah sebelumnya telah terbit dalam bahasa Jepang (2006) dan Melayu (2011).
Penerbitan Man Tiger terasa lebih spesial karena penerjemah yang Eka pilih untuk menerjemahkannya adalah orang Indonesia, Labodalih Sembiring (Dalih aktif menulis di bekabuluh). Bukan apa-apa, diksi Eka seringkali terlalu ajaib. Pemahaman bahasa Indonesia yang mumpuni jelas dibutuhkan oleh penerjemahnya, demi mendapatkan hasil terjemahan yang sesuai.
Ambil saja contoh satu pembuka paragraf 'magis' di halaman empat ini.
Masih lenyap beberapa waktu saat mereka tercenung, serasa hilang sadar, mencium bau amis darah yang menggelosor dari leher serupa pipa ledeng yang bocor, dan seorang bocah berjalan panik sempoyongan, dihantam kesemberonoannya sendiri, dengan mulut dan gigi penuh warna merah, semacam moncong ajak meninggalkan sarapan paginya.
A few moments slipped by as they pondered, as if lost in thoughts of rancid blood burbling from a punctured neck and a teenage boy staggering in panic, stupefied by his own recklessness, his mouth and teeth red, like the snout of an ajak dog after its morning kill.
Meski begitu, pada akhirnya bahasa adalah masalah rasa. Dan bila harus jujur mengatakan bagian mana yang sedikit janggal secara rasa, maka kelebat adegan-adegan ranjanglah terasa lain. Keindahan bahasa yang Eka gunakan untuk menggambarkan pergumulan ranjang berubah menjadi serupa dengan adegan seks dalam film-film Hollywood dalam Man Tiger. Tetapi mungkin memang begitulah yang cocok untuk pembaca sono.
Lelaki Harimau yang pertama kali kubaca adalah versi bajakan, dapat di Pasar Buku Shopping, 2009 :( |
Pada akhirnya, penerjemahan novel Eka adalah sebuah peristiwa penting. Bukan sekadar untuk memperkenalkan sastra Indonesia kepada pembaca yang lebih luas. Tetapi juga untuk memperkenalkan buku-buku Eka kepada lebih banyak pembaca Indonesia sendiri (semoga ini tidak terdengar ironis).