Sambal Indonesia

| Oktober 22, 2012 | Sunting
Seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya, sensor ke-Indonesia-an saya bertambah tajam selama di Malaysia. Detail-detail yang tidak penting menurut orang lain selalu saja menjadi detail penting bagi saya. Kemarin saya berkumpul dengan pengajar Edukasi untuk Bangsa – gerakan sosial yang diinisiasi oleh para ekspatriat Indonesia di Malaysia dengan memberikan pelatihan komputer bahasa Inggris gratis untuk para pekerja Indonesia di Malaysia. Hari ini saya belum ingin bercerita tentang semangat para pengajar yang #WoW karena memang saya masih pendatang baru dalam gerakan ini. Yang ingin saya ceritakan padamu adalah detail kecil bernama sambal! Es – a – em – be – a – el, yah, sambal yang saya dapatkan di tengah acara ramah tamah yang digelar di Tunku Sri Bukit!
sam·bal n makanan penyedap yg dibuat dr cabai, garam, dsb yang ditumbuk, dihaluskan, dsb, biasanya dimakan bersama nasi
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang akrab dengan yang namanya sambal. Di Wikipedia bahkan secara spesifik disebutkan bahwa sambal adalah unsur hidangan khas Indonesia – terutama Jawa.

Sambal
Tidak heran kalau kemudian sambal Indonesia sampai melalang buana seiring dengan keliling dunianya manusia-manusia Indonesia (baca: pecinta sambal). Seorang kawan pernah menceritakan pengalamannya di salah satu puncak tertinggi di daratan Eropa, di jajaran pegunungan Alpen Swiss, hampir membeku di suhu yang menyentuh angka di bawah nol. Namun, secara kebetulan, sebotol sambal “ABC” ia temukan di atas meja satu restoran. Dan, voila, iapun terselamatkan dari kedinginan.  Seorang kawan lainnya, ditahan berlama-lama di salah satu bandara tersibuk di dunia gara-gara stoples sambal yang dibawanya! “Gw kagak bawa bom, atau apapun yang berbahaya Bas! Itu hanya satu stoples sambal buatan Amak yang gw rela-relain bawa dari tanah air!”, ceritanya kala itu.

Saya sendiri berani menulis bahwa Indonesia adalah salah satu negeri yang akrab dengan sambal juga bukan pula tanpa alasan. Karena di negara lain, jangankan sambal, makanan pedas (tapi nikmat menurut lidah saya) sangat jarang ditemui. Di Qatar misalnya, hampir semua makanan yang saya kudap rasanya antara asin sampai gurih. Kalaupun mereka bilang pedas, level kepedasan mereka hanya sebatas yang penting ada cabainya, itu sudah disebut pedas! Di Thailand, memang banyak masakan pedas, tetapi pedasnya bikin mati! bukan pedas nikmat seperti sambal Indonesia! Di Filiphina begitu pula, variasi makanannya adalah asin, gurih, atau tidak ada rasa menurut lidah saya, hehe. Ada juga sebenarnya makanan pedas, namun sekali lagi maaf, tidak sampai membuat keringat saya bercucuran dan mata saya pedas. Sementara di Malaysia sendiri, sambal memang melimpah macamnya, namun level kepedasan sambal maupun makanan yang pernah saya makan baru mencapai 4 dari 10!

Di luar itu, teman-teman dari berbagai negara yang saya ajak menikmati sambal - juga makanan pedas lainnya, hampir selalu memberikan komentar yang sama, "Orang Indonesia benar-benar gila! Kami bisa-bisa sakit perut kalau tiap hari mengkonsumsi makanan seperti ini!" 

Catatan: Level kepedasan tersebut adalah apa yang saya alami, sehingga jangan digeneralisir menjadi data representatif negara tersebut. :D

Nah, sebagai penggila sambal, sebulan tanpanya benar-benar membuat saya tersiksa! Apalagi bila mendapati sambal, namun ternyata asam atau bahkan manis! Ah, bagaimana pula mereka menyebutnya sebagai sambai? Dan kemarin, 21 Oktober 2012, bisa disebut sebagai hari bersejarah dalam pengalaman saya di dunia persambalan! #lebay 

Saya mendapatkan sambal nikmat pertama di Malaysia! Sambal yang pedasnya membuat saya ingin tambah terus, lantas membuat keringat bercucuran, untuk kemudian menjalarkan panas ke mata, ah! Saya merasa menjadi sangat Indonesia di salah satu sudut Kuala Lumpur siang itu.

Sambal bagi saya adalah cinta! Sambal ternikmat yang pernah saya rasakan adalah sambal Mamak! Sambal yang cabainya diuleg dengan sempurna, mencampurkan bawang, garam, dan sedikit MSGnya sampai benar-benar lumat! Sambal adalah salah satu dari sekian alasan yang membuat saya rindu rumah. Sambal menyatukan kami, duduk bersama menekuri cobek yang sama, untuk kemudian kembulan – makan bersama.

Biasanya, di sore hari, ketika sudah tidak ada lagi lauk di atas meja, mamak akan menanak nasi. Kemudian memetik cabai dari kebun di samping rumah, lantas meraciknya menjadi sambal nomor satu di dunia (saya). Terkadang masih ada kerupuk yang menemani makan kami, namun seringkali memang hanya sambal! Namun, semuanya terasa nikmat karena cinta yang menyelimutinya. Nasi yang masih mengepul rasanya diolah dari beras berkualitas terbagus! Sambal dengan cabai yang langsung petik rasanya menjadi lauk paling nikmat di dunia! Cobek tanah yang mewadahi makanan kamipun naik derajat: bukan lagi peralatan dapur, namun sarana perekat kehangatan keluarga!

Sambal adalah cinta! Cinta saya kepada adik-adik saya. Saat saya sedang tidak bernafsu makan, seringkali saya minta tolong salah satu adik saya – biasanya sih Santi, untuk membuatkan sambal. Sambal yang hampir selalu mendapatkan komentar yang sama dari saya, “Kasinen ndhuk sambelmu!” - terlalu asin. Namun, sekarang, ketika tidak ada lagi yang bisa saya suruh, saya menyadari bahwa sambal yang saya bilang terlalu asin itulah yang menggugah selera makan saya. Sambal yang terlalu asin itulah yang memacu naluri saya untuk lagi dan lagi mengeruk nasi. Sambal adalah sahabat seperjuangan! Kawan setia selama belajar (dulu). Di sekolah misalnya, saya dan teman-teman sering makan gorengan bersama-sama.

Kami terbiasa berburu gorengan yang masih hangat, untuk kemudian menciduk sepiring sambal untuk digunakan bersama-sama! Sesekali memang terpikir, sambalnya bersih – higienis tidak ya, piringnya dicuci bersih tidak ya, tetapi rasa lapar dan juga kebersamaan nyatanya menghapus semua pertanyaan itu! Di rumahpun, di tengah kantuk yang mendera ketika belajar di waktu dini hari, sambal selalu berhasil mengusirnya. Membuka kembali mata untuk menekuri lembar-lembaran buku ladang ilmu!

Dan lebih dari itu, sekali lagi, sambal adalah rumah. Dengan cabai, bawang, dan brambang yang digoreng bersama-sama, kemudian dilumat bersama garam dan sedikit moto. Sambal yang nikmat untuk menjadi teman nasi, maupun sekadar dicocol karak-kerupuk nasi. Ah, saya jadi ingin pulang.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine