Warna-warni Perayaan Thaipusam

| Februari 04, 2015 | Sunting
Kuil peribadatan di Batu Caves bisa dicapai dengan meniti setidaknya 272 anak tangga.
Dalam mitologi Hindu dipercaya, bumi pernah hampir ditenggelamkan ke lautan kosmik oleh raja makhluk jahat sebangsa raksasa (detya) bernama Hiranyaksa. Namun, usahanya digagalkan oleh batara Wisnu yang menjelma menjadi babi hutan. Kuasa Hiranyaksa lantas digantikan oleh saudara lelakinya, Hiranyakasipu. Di bawah kuasanya, segala rupa puja untuk Wisnu dihentikan. Akhirnya, ia lantas juga dibunuh oleh Wisnu - kali ini dengan menjelma menjadi singa.

Kematian dua pemimpin raksasa tersebut nyatanya tidak lantas menghentikan seteru antara para detya dan batara. Banyak detya yang lantas mati oleh pasukan para batara dibawah pimpinan Indra. Kematian kaum detya oleh Indra dan kedua putranya oleh Wisnu membuat Diti, Ibu Hiranyaksa dan Hiranyakasipu, marah. Ia lantas bertapa untuk mendapatkan anak yang bisa mematikan Indra dan membalaskan dendamnya. Ribuan tahun setelahnya lahirnya Bajrangga. Tugasnya membunuh Indra hampir saja tuntas, tetapi berhasil dicegah oleh batara Brahma - dewa pencipta yang juga buyutnya, dan Kasyapa - sang ayah.

Indra terbebas dari maut. Untuk itu, Brahma menciptakan seorang perempuan cantik untuk Bajrangga nikahi, Waranggi. Dari Waranggilah lantas terlahir Taraka. Kelahirannya diceritakan ditandai dengan gempa bumi dan gelombang besar di lautan. Saat dewasanya ia lantas menjadi raja para raksasa. Taraka juga bertapa sedemikian rupa demi memohon kesaktian dan kehidupan abadi pada batara Siwa. Permintaannya ditolak. Tetapi Siwa lantas mengabulkan permintaannya yang lain: Taraka hanya bisa mati di tangan anak Siwa.

Kesaktian Taraka lantas membuatnya berani memulai perang, menggempur kayangan dimana para dewa tinggal. Peperangan ini digambarkan sebagai salah satu perang paling mengerikan dalam mitologi Hindu. Kekuatan para dewa yang dipimpin oleh batara Yama, batara Indra, batara Agni, batara Baruna, batara Candra dan batara Surya berhasil dipukul mundur oleh jenderal para detya. Wisnu lantas turun tangan membunuh mereka semua. Saat itulah Taraka turun gelanggang. Tidak terkalahkan, tentu saja. Para dewa akhirnya menyerah dan menghentikan perang.

Para dewa lantas menyusun rencana untuk menikahkan Siwa yang ditinggal mati batari Sati, sang istri. Pilihan jatuh pada Parwati, diyakini sebagai reinkarnasi Sati. Hal inilah yang tidak disadari Taraka yang berpikir bahwa Siwa tak mungkin lagi memiliki anak. Padahal, kemudian terlahir Kumara, atau Kartikeya, dari Parwati. Akhir cerita tentu bisa ditebak. Taraka mati ditombak oleh Kumara yang masih anak-anak dalam sebuah peperangan jilid dua.
***
Batara Kumara inilah yang lantas oleh masyarakat di selatan India dikenal sebagai Murugan dan merupakan dewa pelindung bagi mereka. Hari kemenangannya atas Taraka-lah yang lantas dirayakan setiap tahunnya, pada saat purnama di bulan Thai pada penanggalan Tamil - biasa jatuh pada bulan Januari atau Februari. Dikenal sebagai Thaipusam, perayaan ini juga dirayakan di berbagai tempat di luar India seiring dengan arus migrasi orang-orang Tamil.

Di Malaysia, Thaipusam adalah salah satu perayaan terbesar dengan lokasi utama di Batu Caves, sekitar 13 km dari pusat Kuala Lumpur. Perayaan sudah dimulai sejak pagi buta dengan prosesi jalan kaki dari Kuil Sri Mahamariamman yang terletak di dekat kawasan Pecinan KL.

*) bersambung
Roh-roh para dewa
Mandi suci sebelum peribatan hari Thaipusam
Kumara, atau Murugan, juga dikenal sebagai dewa anak-anak. Merak adalah kendaraannya.



Kadavi, berarti beban, biasanya diwujudkan dalam bentuk tempayan-tempayan berisi susu persembahan
Area utama Batu Caves. Setidaknya 1.6 juta orang memadati tempat ini saat perayaan Thaipusam tahun ini

Nyerinya tu di sini... Gantungan punggung ini bisa dibilang masih pada tingkat normal, banyak yang lebih ekstrim
Sumber foto: AFP & Reuters

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine