Hikayat Rantai Lepas

| Maret 15, 2009 | Sunting
hikayat rantai lepas adalah ceita yang kutulis bersama adikku yang masih kelas empat es-de, dan setelah cari kesana kemari akhirnya dapat deh disini, gambar-gambar yang dapat mengutarakan isinya cerita. ceritanya sendiri adalah seperti berikut, maaf sebelumnya karena bahasanya masih banyak belepotnya, maklum belum tahu e-ye-dhe, hehe..


pada suatu pagi, pagi-pagi sekali ketika matahari baru terbit, pak amir, tetanggaku, berangkat ke pasar.

ia berangkat dengan mengendarai sepeda tuanya untuk menjual hasil kebun seperti yang biasa ia lakukan setiap akhir pekan. ia ke pasar membawa bronjong yang terbuat dari bambu untuk mengusung barang dagangannya. ia mengayuh sepedanya menelusuri jalanan yang masih sepi tanpa penghuni.

tetapi sayangnya di tengah jalan sepeda tuanya itu lepas. kasian banget pak amir. pasti ia tak akan sampai ke pasar tepat waktu sehingga pelanggan-pelanggannya sudah pulang, atau mungkin sudah berbelanja di pedagang yang lain. sungguh kasian banget dia. adakah yang dapat membantunya? tidakkah ada dapat membantunya? belum adakah bengkel yang buka?? uuh,,, dasar para pemilik bengkel yang malas dan tak mau membuka bengkelnya pagi-pagi...

iiihh... lucu banget menurutku. sebuah akhir yang terlalu janggal dan menggantung...

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine