Berharap Ahmadinejad

| Juni 16, 2009 | Sunting
Ahmadinejad, dari akademisi ke kantor Presiden

Mahmoud Ahmadinejad adalah Presiden Iran yang keenam dan memperoleh 61.91% suara pemilih pada pilpres Iran tanggal 24 Juni 2005. Ia pernah menjabat walikota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang sangat loyal terhadap nilai-nilai Revolusi Islam Iran 1979. Demikian laman Wikipedia menuliskannya.

Suatu ketika Ahmadinejad, diwawancarai oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya: "Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?" Jawabnya: Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya: Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran.

Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan. Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid-masjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.

Lesehan
Ia juga mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler, untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu. Di banyak kesempatan ia juga terlihat bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya. 

Di bawah kepemimpinannya, ia meminta menteri-menterinya menandatangani sebuah kontrak berisikan arahan-arahan darinya, terutama arahan untuk tetap hidup sederhana. Juga disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat jabatan mereka berakhir, mereka dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak. 

Begitu ia terpilih menjadi presiden, ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun sebelumnya di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknyapun bersaldo minimum. Satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya sebagai dosen di sebuah universitas senilai US$ 250. 

Sebagai tambahan informasi, Ahmadinejad masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimilikinya seorang presiden dari negara yang penting - baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya. 

Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.

Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan pesawat terbang kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.

Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri-menterinya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang audah dilakukan. Ia memotong protokoler istana sehingga menteri-menterinya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara-upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi.

Meringkuk di lantai
Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar, karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawal yang selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Menurut koran Wifaq, foto-foto yg diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk Amerika. 

Sepanjang sholat, dapat dilihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka.Ia duduk membaur dengan jamaah lainnya. Orang yang tidak mengenal Ahmadinejad mungkin tidak akan menyangka bahwa orang berkemeja putih ini adalah presiden. Bahkan tak jarang, ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa.

Tuhan dimana-mana
Tahun lalu dia menikahkan putranya, Alireza. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum biasa. Seorang blogger Iran, Javad Matin, berkisah:
Pada hari Kamis, sekitar pukul 9 malam, saya pergi ke gedung budaya kantor kepresidenan. Dari luar, semuanya terlihat biasa saja sehingga saya sempat terpikir jangan-jangan saya salah tempat. Tidak terlihat sama sekali sedang ada pesta pernikahan seorang anak presiden sedang digelar di sana.
Saya lalu memasuki ruangan. Beberapa meja terlihat kosong karena para tamu tengah pergi sholat. Buah-buahan dan kue, air mineral, serta sejumlah piring dan pisau sudah tertata rapi rapi atas meja.
....
Kepala kantor, Mr. Kheirkhah, menceritakan padaku betapa the doctor memperhatikan setiap detail resepsi. Ia hanya memesan satu jenis makanan. Iapun membayar sendiri biaya resepsi sebesar 3.5 juta toman (sekitar USD 3500).
Jumlah tamu laki-laki yang diundang adalah 180. Tidak banyak pejabat pemerintah yang datang bahkan.
Pelit? Irit?



Selain sifatnya yang sederhana ia dicintai karena lebih mementingkan memperbaiki ekonomi negara ketimbang bidang-bidang lain dan memperjuangkan setiap pendapatan minyak bumi agar jatuh ke meja makan rakyat Iran.
Saya tidak akan berhenti hingga semua rakyat biasa di Iran dapat makan.
Sebagai warga negara, yang amat cinta dengan negara , aku juga berharap akan dipimpin oleh figur seperti Mahmoud Ahmadinejad. Terlepas dari faham ataupun prinsip yang dijalaninya, kesederhanaan dan totalitas kepemimpinannya adalah barang langka di republik bernama Indonesia ini. Yah, aku berharap 'Ahmadinejad'. 

Sumber foto dan informasi: www.rferl.org

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine