Edukasi untuk Bangsa: Jamilah dan Para Pembelajar

| November 06, 2012 | Sunting
Namanya Jamilah, pekerja rumah tangga asal Indonesia di Malaysia. Kami bertemu secara tidak sengaja di meja pengambilan modul Pelatihan Bahasa Inggris dan Komputer untuk rekan-rekan Tenaga Kerja Indonesia, hari Minggu — 4 November lalu di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL).

Perempuan lima puluh tahunan tersebut dengan penuh semangat menceritakan "perjuangannya" untuk sampai ke SIKL: berjalan kaki dari Chow Kit menerobos rintik hujan yang memang turun sedari pagi. Menurut Google Map, jarak yang ia tempuh memang tidak lebih dari satu setengah kilometer. Namun, melihat umurnya yang tak lagi muda dan juga kemauannya mengorbankan hari Minggu yang biasa ia gunakan untuk istirahat setelah sepekan bekerja, maka kulangsung terkagum-kagum padanya. "Lari-lari saya Mas, takut terlambat!", ujarnya dengan keringat berlelehan, melunturkan sapuan bedak tipis di wajahnya.

Rasa kagumku padanya ternyata tak berhenti di sana. Dalam kelas bahasa Inggris, Bu Jamilah menunjukkan antusiasme belajar yang luar biasa. Kelas dimulai dengan pengenalan subject dan to be. Materi yang terlihat sangat gampang, namun nyatanya banyak rekan TKI yang membutuhkan ekstra waktu untuk benar-benar memahaminya.
"Jadi, we itu kata untuk menggantikan sejumlah orang Bu. Bisa dua, tiga, ataupun empat. Tetapi, diri kita sendiri juga dihitung. Contohnya begini Bu: saya, Cahyati, Rinto, dan Amir, itu disebutnya we! Sudah jelaskah Bu?"
"Ohh begitu ya, jelas sekarang saya Mas...!"
"Alhamdulillah. Sekali lagi ya Bu: saya, Rani, Joko, dan Fitri, itu kata gantinya apa Bu?"
"Hummm, hehe, she ya mas? Atau they?"
Seperti itulah kondisinya, sehingga pengajar memang harus bersabar untuk kembali menjelaskan. Untung saja, selain tim pengajar, para TKI yang sudah mengerti juga berinisiatif untuk menjelaskan pada rekannya yang belum paham. :')

Namun, hal yang berbeda kutemukan dari sosok Bu Jamilah. Ia dengan penuh semangat ternyata telah menyelesaikan soal latihan dengan persentase kebenaran hampir 100 %. "Ibu sudah pernah belajar Bahasa Inggris ya sebelumnya?", tanyaku menyelidik yang kemudian dijawabnya dengan gelengan, "Belum mas, makanya saya mau belajar!"

Ah, pepatah belajar di usia tua bagaikan mengukir di atas air ternyata tidak begitu berlaku pada Ibu yang kemungkinan besar dari Madura ini — atau paling tidak daerah lain di Jawa Timur sesuai logatnya. Ku tercenung, terkagum lagi lebih tepatnya. Kalau tadi karena kemauannya, sekarang karena kemampuannya membuka pikiran untuk kemudian menyerap materi pelajaran. "Saya malu Mas, karena malah saya yang diajarin sama si Ibu!", bisik seorang peserta yang masih muda, teman duduk bu Jamilah.

Kekagumanku pada Bu Jamilah semakin membuncah ketika di akhir kelas beliau menemui salah satu koordinator pengajar. "Mbok kalau bisa saya dibuatkan surat keterangan (mengikuti pelatihan ini) Mas!", ujarnya seraya menceritakan betapa majikannya sebenarnya tidak mengizinkannya keluar pagi itu. "Tetapi saya tetap ngeyel. Mereka kejar terus, saya tahu dari siapa ada pelatihan segala macam, saya jawab dari koran, mereka tanyakan mana korannya. Setelah itu dikejar lagi, kenapa tidak dari dulu-dulu ikut pelatihannya. Tetapi saya jawab terus Mas. Mereka tegas, sayapun jawab dengan tegas, jujur! Mungkin mereka takut kalau saya keluar untuk bekerja di tempat lain! Jadi saya minta tolonglah untuk surat itu", tandasnya.
***
Edukasi untuk Bangsa
Kisah Bu Jamilah hanyalah sekelumit kisah yang mewarnai hari pertama Pelatihan Bahasa Inggris dan Komputer — Edukasi untuk Bangsa hari Minggu lalu. Pelatihan ini sendiri lahir dari gagasan para ekspatriat dan mahasiswa Indonesia untuk turut berkontribusi, mengembangkan kemampuan para TKI di Malaysia. Dibantu oleh berbagai pihak, pelatihan ini sudah memasuki angkatan ke tiga. Dan tidak seperti dua angkatan sebelumnya yang diadakan di salah satu restoran Indonesia di Pasar Seni, kali ini pelatihan diadakan di SIKL.

Kegiatan dibuka langsung oleh Mulya Wirana (Wakil Dubes RI untuk Malaysia) dan dihadiri beberapa pejabat terkait. Menyulap tiga buah ruang kelas SIKL menjadi sebuah aula, acara berlangsung dengan sangat sederhana. Tidak ada pemotongan pita, pemukulan gong, apalagi kembang api. Penyerahan modul dan bahan ajar oleh Ketua Umum Edukasi untuk Bangsa, Aulia Badar, kepada Wakil Dubes sudah lebih dari cukup untuk menjadi penanda dimulainya pelatihan!

Namun, lebih dari itu, acara tidak benar-benar sesederhana penampilannya. Sebagai orang yang diamanahi untuk menjadi pembawa acara, ku menyaksikan dengan jelas gelombang semangat seratusan TKI yang hadir. Kumenyaksikan sejak aula masih kosong, beberapa kursi mulai terisi, setengah aula penuh, hingga beberapa panitia mulai mengangkut kursi tambahan ke dalam aula tanda membludaknya rekan-rekan TKI yang datang. Dari mbak Finy, petugas pendaftaran, kudapatkan informasi mengenai banyaknya TKI yang baru mendaftar pagi itu, sehingga wajar bila kemudian tempat yang disiapkan panitia kurang.

Angkat Harkat

Pelatihan bahasa Inggris dan Komputer ini diharapkan bisa mengangkat harkat dan martabat tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Sejauh ini, meskipun menguasai berbagai sektor pekerjaan, namun tenaga kerja kita kadang masih kalah "nilai jualnya" apabila dibandingkan dengan pekerja asing lainnya. Di sektor pekerja rumah tangga misalnya, TKI kita harus susah payah untuk mendapatkan gaji minimal RM 700 (sekitar Rp 2,100,000), bandingkan dengan gaji minimal RM 1000 (Rp 3,000,000) yang dengan mudah didapat oleh pekerja rumah tangga asal Filipina.

Apakah sebabnya? Ternyata karena faktor kemampuan komunikasi dan keterampilan ekstra yang menjadi pembedanya. Pekerja asal Filipina lebih fasih berbahasa Inggris. Humm.

Untuk itulah selama kurang lebih 4 bulan ke depan, para peserta akan dibekali dengan berbagai kecakapan berbahasa Inggris juga dalam mengoperasikan komputer. Sesuai jadwal, kelas akan dibagi menjadi 3 sesi: pukul 11:00 - 13:00 untuk bahasa Inggris, dilanjutkan kelas Komputer pukul 14:00 - 16:00. Berdasarkan tes yang sudah dilakukan sebelumnya, kelas dibagi menjadi dua: beginner (pemula) dan upper-beginner (lanjutan).Di kelas beginner memang benar-benar untuk mengenalkan peserta pada materi dari dasar. Sementara, di kelas upper-beginner diberikan variasi materi lain.

Diharapkan, keterampilan lebih dapat menjadi bekal rekan-rekan TKI untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. "Beberapa jebolan pelatihan ini juga menjadi punya keberanian lebih untuk kuliah di UT (Universitas Terbuka). Beberapa yang mau untuk terus mengasah kemampuannya juga berhasil memanfaatkannya untuk membuka usaha sendiri, seperti percetakan undangan, sekembalinya ke tanah air!", ungkap salah satu inisiator pelatihan.

Lahir dari Semangat

Peran pengajar disini memang penting, namun tidak ada apa-apanya tanpa semangat rekan-rekan TKI. Dan seperti yang sudah kuceritakan di awal, semangat mereka memang luar biasa! Ini terlihat dari sebaran tempat tinggal mereka yang tidak hanya di sekitar Kuala Lumpur, namun juga dari Bangi, Shah Alam, Klang, Puchong, Selangor, bahkan ada pendaftar dari Johor, sekitar 4 jam perjalanan darat dari Kuala Lumpur.

Di luar itu, hari Minggu sebenarnya adalah quality time bagi rekan-rekan TKI untuk beristirahat. Namun nyatanya, belajar lebih menjadi pilihan mereka. Bahkan sampai ada seorang Ibu yang membawa anaknya ke dalam kelas. "Ya bagaimana lagi Mas, kalau ditinggal sendiri juga kasihan, makanya saya ajak!" Beberapa di antara para TKI bahkan sebenarnya hari itu masih masuk kerja, "Saya masuk sore, senang masih bisa ikut belajar, walau hanya bahasa Inggrisnya!"

Semangat para pengajarpun tak kalah hebatnya. Mereka yang kebanyakan sudah berkeluarga dan memiliki anak sampai membawa serta semua anaknya. Tempat tinggal merekapun tak semuanya dekat: Cyberjaya, Gombak, Setiawangsa - yang rata-rata satu jam perjalanan, hingga ada pengajar yang dari Tronoh, Perak, sekitar 3 jam perjalanan dari KL. Semuanya sukarela, dengan niat tulus ikhlas turut mencerdaskan bangsa! Ah, semoga menjadi niat yang diberkahi Allah.
Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang 'terdidik'. Semua orang memiliki potensi, mereka hanya dibedakan oleh keadaan- Anies Baswedan

8 komentar:

  1. Hemm Mantap mas...
    semoga dengan cara ini TKI kita lebih bermartabat..

    salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga semangatnya menular ya mas, semangat untuk menjadi lebih baik. Aamiin :)

      Hapus
  2. Ehmmmm...bener bener yahudd mz...
    Saya yg masih muda lg pun malu dg bu jamilah.tp saya pun jg belum sempat kenaln dg beliau.bu jamilah susah mngikuti platihan ini karena majikan sedangkan saya susah mengikuti platihan ini sebab tak pasti setiap hari minggu cuty kerja.
    Memang semuanya perlu perjuangan dan di perjuangkan. Semangattttt...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, seperti apa saja mbak, pakai yahudd :D
      Selagi mbak Yuni masih tetap menjaga keinginan tersebut, insya Allah ada jalan mbak :) Semoga kita bisa sendantiasa belajar.

      Hapus
  3. semoga semangat berbagi dan belajar menulari kpd kita semua...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga saja ya Mbak... Selalu ada motivasi tersendiri dari hal2 yang tidak pernah kita duga-duga :')

      Hapus
  4. Mantab bas...ajak2 dong klo ada lagi...ini tiap minggu bukan?..di cyber mau ikut ngadain deh insy buat TKI yg deket2 sini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Uuunn, saya pingin ngobrol, tetapi Cyberjaya jauh banget, hehe

      Hapus

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine