Aku dan Puasa

| September 11, 2009 | Sunting
Menunggu waktu berbuka puasa
Menyebalkan, mungkin itulah kesan dulu ketika saya kecil belajar berpuasa. Kala itu saya masih tinggal di rumah nenek (rumah nenek terletak tepat di belakang rumah bapak, hehe). Selain aku, ada 2 orang saudara bapak saya yang belum menikah. Alhasil, sayalah cucu paling kecil di keluarga nenek saya, dengan badan sehat berisi dan gempal..(tidak terlalu gemuk maksud saya). Aktif, bandel, bebas bermain diluaran rumah, banyak kegiatan sekolah, mengaji dan bermain. Di kala itu, sama seperti kedua kakak sepupu saya maka wajib bagi saya untuk mulai belajar berpuasa. Entah mulai kapan saya akhirnya berhasil puasa hingga satu hari penuh, yang jelas masih teringat bagaimana saya membuat pusing orang di rumah.

Sehabis shaur, biasanya saya sholat subuh di mesjid dengan temen2 sebaya lalu melanjutkannya dengan jalan2 pagi yang biasa kami sebut “SEPOR”. Mungkin itu dari kata SPORT yang artinya kami berolahraga jalan kaki pagi-pagi. Seru sekali suasana sepor zaman saya dulu, jalanan begitu riuh dan gaduh dengan para remaja juga anak – anak yang jalan pagi, main petasan, sepeda atau hanya sekedar beputar – putar dengan riang. Saya bahkan suka jalan hingga lebih dari 1 km dari mulai langit gelap hingga langit terang.

Selanjutnya seringkali saya malah bermain hingga berkeringat, bermain galasin, petak umpet, “cing benteng” bahkan beklen hingga monopoli juga congklak. wah, pokoknya terasa riang sekali..puasa yang jauh lebih menarik dari saat ini.

Masalah muncul pada jam 10. Mulailah terasa rasa haus, lalu saya mulai marah – marah di rumah. merengek, melempar – lempar bantal, membuka tutup pintu, dan merengut. Namun jangan salah, itu bukan pertanda saya minta buka puasa namun hanya menunjukan kalau saya lapar dan haus. Biasanya kalo udah gitu, nenek saya membujuk agar saya kuat hingga pukul 12 siang. Biasanya jam 10 suka ada penjual kue2 dan roti yang lewat depan rumah, lalu saya minta mama saya beli kue2 itu untuk buka. Setelah dibeli, kue2 itu akan disembunyikan di tempat yang saya ketahui tempatnya. Dan itu kadang berhasil menenangkan saya. hihihi

Pada waktu dzuhur tiba, saya lebih membuat jengkel lagi orang2 dewasa di rumah saya. saya akan tidur guling – gulingan, atau sekedar duduk di meja makan. Semisal pulang sekolah, tas akan saya lempar sembarangan,lalu lalu lalang di sekitar kulkas dan memasukan wajah saya ke kulkas mencari kesegaran..hhihihihi. JIka udah begitu, nenek saya suka langsung mengambilkan nasi dan lauk lalu disodorkan ke saya, lalu saya akan melirik ke arah ayah dan ibu saya minta persetujuan. selama mereka gak mengangguk, saya gak akan memakan apapun makanan yang disodorkan oleh nenek saya.

Pernah suatu sore, saya jalan2 sore (ngabuburit) dengan teman2. mungkin saya kelas 5 SD waktu itu. Saya ingat sekali kami melewati pohon mangga. Kami main di bawah pohon itu, ada yang main2 dengan buah yang jatuh dan sebagainya. saking asiknya bermain, jam 5 saya merasa capek setibanya di rumah dan kepala mulai pusing. saya mulai menangis lapar, tiduran lemas di kursi. Nenek saya udah siap bawa air menyuruh saya buka, namun mamak bersikeras saya harus terus puasa yang hanya tersisa 1 jam lagi sebelum usai. rasanya payah sekali, saya tidur dengan lemas dan kaki pegal sedikit pusing karena udah mengeluarkan energi berlebihan dalam kondisi puasa.

Tampak berbeda gaya dalam puasa antara saya dan 2 kakak sepupu saya yang lain. keduanya tampak tenang dan manis. Gak banyak mengeluh, minta buka, melirik2 makanan terus, marah – marah , tapi saya justru sebaliknya. Hal ini selalu jadi bahan cerita jika bulan Ramadhan tiba. Orang tua dan kakak sepupu saya suka mengingatkan kembali kelakuan saya semasa kecil dengan sedikit menyindir dan meledek..hihi, mau gimana lagi kalo memang semua itu terjadi. walau kadang saya malu mengingatnya.

Ramadhan tampak selalu indah untuk di ingat, banyak hal indah dan hangat selain kagiatan menahan lapar dan haus. Ramadhan selalu terukir di hati sekalipun masa lalu saya dengan kegiatan berpuasa dimasa kecil kadang memalukan diri sendiri setelah usia 16 tahun ini.

*walau saya puasa dengan rewel, saya belum pernah sekalipun buka puasa di luar sepengetahuan 'orang tua' dari kecil, hingga kini 16 tahun usia saya…alhamdulillah

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine