Sekantong Paku

| September 27, 2009 | Sunting
Paku dan papan

Seorang pengusaha tahu di satu wilayah sejuk bernama Mojo mempunyai seorang karyawan yang seringkali datang terlambat bernama Nyoto. Karena keterlambatannya, produksi pabrik kecil itu sering terganggu.

Setiap kali ditegur oleh sang majikan, Karyo, Nyoto akan selalu berjanji untuk membayar kelambatannya dengan pulang satu jam lebih lambat. Karyo menerima saja. Terlebih sebenarnya Nyoto adalah pekerja yang baik. Namun, Karyo juga mencari jalan untuk membuat Karyo sadar akan kesalahannya.

Suatu hari Karyo memasang papan kayu kecil di tempat kerjanya. Kepada Nyoto ia berpesan agar menancapkan sebatang paku ke papan itu setiap kali ia terlambat datang. Paku tersebut boleh ia cabut bila ia mengganti keterlambatannya dengan pulang lebih lambat. Begitu seterusnya.

Nyoto menurut saja, meski sebenarnya ia juga bertanya-tanya.

Hari berlalu. Nyoto akan menancapkan sebatang paku ke papan itu setiap kali ia terlambat datang. Ia akan menebus keterlambatannya dengan memundurkan jam pulangnya. Dan mencabut paku dari papan di akhir hari. 

Setelah berjalan hampir satu bulan, tergelitik keinginan Nyoto untuk mengetahui maksud "tugas aneh ini". Dia menemui Karyo untuk melaporkan bahwa tugasnya sudah dilaksanakan dengan baik. Dia bisa membuktikan bahwa jam kerja telah dipenuhi, sehingga sebenarnya Karyo tidak ada kerugian jam kerja.

Dengan tenang Karyo mengamati-amati papan yang dipasang di ruang produksi tersebut. Hanya ada satu paku yang terpasang, bararti pagi tadi Nyoto juga datang terlambat.

"Pagi tadi kamu datang terlambat lagi?" tanya Karyo.
"Ya, Pak, akan saya ganti sore nanti."
"Bagus. Terima kasih ya sudah menyelesaikan tugasmu, hingga kau harus pulang lambat."
"Ya, Pak, itu saya menebus kelambatan saya"

Karyo menambahkan, "Begini, To, aku sebenarnya tidak ingin kamu pulang lambat, namun kamu memaksakan hal itu. Kamu telah merusak disiplin kerja pada dirimu sendiri".

Nyoto masih belum menyadari masalah ini dalam hubungan kerja pada perusahaan dengan managemen kekeluargaan ini.

"Aku sebenarnya ingin papan ini tidak pernah dipaku karena kamu tidak terlambat, bukannya pagi hari kamu memasang paku, kemudian sore hari kamu mencabutnya. Bagaimanapun, kesalahan tetap kesalahan. Ia membekas seperti bekas paku pada papan ini. Besok papan ini akan kuganti dengan yang baru, dan mulai besok kamu tidak boleh datang terlambat lagi sehingga papan ini akan tetap bersih."

Ternyata sangat sulit untuk hidup tanpa melakukan kesalahan. Selama ada tekad untuk tidak melakukan kesalahan, kebijaksanaan akan bertambah dan makin tenanglah kita menempuh kehidupan ini. Dan dengan tekad itu pula, dalam suasana bulan Syawal ini, saya mengucapkan Mohon Maaf Lahir dan Batin. Semoga tahun ini tancapan paku di papan saya semakin berkurang amin.

Cerita asli dari andriewongso.com

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine