Refleksi Piala Dunia

| Juni 13, 2010 | Sunting
Aku bukanlah seorang penggila bola, bahkan disebut penggemar bola pun rasanya belum pantas. Hahaha. Dulu sesekali pernah menendang bola, pernah mencicipi rumput lapangan bola, bahkan pernah menonton pertandingan live di lapangan bola. Namun semuanya hanya sekali-sekali saja, sehingga gelar penggemar dan penggila bola jelaslah bukan buatku.
Warna-warni pendukung Afrika Selatan

Baru saja, tanggal 10 Juni kemarin, FIFA World Cup 2010 resmi dibuka di Johannesburg, Afrika Selatan. Di Indonesia bahkan prosesi ini bisa dinikmati secara langsung lewat layar TV. Meriah, namun bila kita pernah menonton pembukaan Olimpiade China, maka ini jauh dari spektakuler. Bila kita juga pernah melihat launching Visit Indonesia Year tahun lalu di channel yang sama, ini pun tidak spektakuler. Dan memang, spektakuler bukanlah bahan yang ingin aku bicarakan sekarang. Semua pujian yang dilontarkan untuk pembukaan adalah tentang kebersamaan dan persamaan haknya. Walaupun sampai dengan saat ini masih ada sedikit perbincangan mengenai pembedaan suku dimana-mana, bahkan termasuk di Afrika Selatan sendiri, Afrika Selatan disebut sebagai "Rainbow Nation". Mengapa?

Kata-kata ini pertama kalinya dilontarkan oleh Archbishop Desmond Tutu untuk Afrika Selatan setelah pemilu demoktratisnya yang pertama di tahun 1994. Dan oleh Presiden Nelson Mandela yang saat itu terpilih, diungkapkan sebagai sebuah kalimat yang luar biasa
Each of us is as intimately attached to the soil of this beautiful country as are the famous jacaranda trees of Pretoria and the mimosa trees of the bushveld - a rainbow nation at peace with itself and the world.
Sebuah ungkapan yang memang ditujukan sebagai suatu identitas penyatuan yang tadinya terpisah oleh warna kulit yang begitu menyolok.

Afrika Selatan tadi sore memang tidak membuat acara pembukaan yang spektakuler, namun secara "spektakuler" Afsel mampu menunjukkan sebuah identitasnya yang dianggap sebagai "kelebihan" nyata dan "kesuksesannya" yaitu kesatuan
.

Demikian dengan China yang secara jelas bukan hanya menyiratkan kesuksesannya saat pembukaan olimpiade 2008 (tidak terasa sudah 2 tahun lewat ya). Dia menunjukkan "kesuksesannya" dalam ungkapannya
"One World One Dream" dimana menunjukkan satu mimpi untuk satu dunia, yang saat itu merupakan pertunjukkan luar biasa oleh China yang bukan saja hanya Sports Olympic, namun juga "Green Olympics, High-tech Olympics and People's Olympics".

Intinya adalah, dua negara diatas mengambil kesempatannya untuk menjadi eksis didunia. Mengambil kesempatannya untuk unjuk gigi dan menunjukkan kebesaran mereka sebagai juara sejati, baik di bidang olah raga, budaya, kesiapannya dan keamanannya tentunya.


Saya berandai-andai, bilamana pembukaan even olahraga sekelas dunia diadakan di Indonesia, apa yang akan kita suguhkan.
Dibanding Afrika Selatan, negara kita lebih "pelangi" bahkan kita memiliki gradasi warna kulit yang lengkap :) Dibandingkan China, kita juga punya budaya yang spektakuler untuk ditonjolkan. Jadi rasanya bukan masalah bila kita menjadi tuan rumah sebuah even besar.

Dan seharusnya negara kita sudah bisa mengambil kesempatan itu. Karena terakhir untuk even olah raga SEA Games (South East Asian Games) diadakan di Indonesia tepatnya Jakarta, di tahun 1997. Dan untuk Asian Games, Indonesia menjadi tuan rumah di tahun 1962 di Jakarta, tepatnya Asian Games ke-4.


Untuk Miss Universe, Miss World dan sejenis, Indonesia belum pernah menjadi tuan rumah, dan mungkin akan sulit terpilih menjadi tuan rumah dikarenakan peraturan evennya ada yang kurang sesuai dengan budaya Indonesia, kecuali bila diadakan sedikit penyesuaian.


Sebenarnya untuk yang sekelas dunia namun dalam lingkup yang lebih kecil barusan saja diadakan ditahun 2008 Piala Thomas &Uber di Jakarta. Namun gaungnya kalah dibandingkan Olimpiade China yang sudah mempersiapkan diri selama hampir 4 tahun.


Indonesia sebenarnya tidak harus ikut unjuk gigi menunjukkan "ke-spektakuler-an"nya, karena sejak ratusan tahun yang lalu dikenal bahwa Indonesia adalah tanah yang kaya, diperebutkan oleh berbagai bangsa. Diakui pula Indonesia eksotis dengan begitu banyaknya pulau dan keragaman budaya yang ada. Semua tahu Indonesia memiliki masyarakat yang ramah dan saling tolong menolong. Dan semua tahu Negara Indonesia memiliki kedaulatan yang hebat dengan prinsip-prinsip moral yang baik.


Indonesia memang negeri yang eksotik. Mulai dari ujung titik nol (di ujung Aceh) sampai Papua, memiliki budaya dan keindahan alam yang sangat beragam.


Namun saat ini hal-hal tersebut mulai dilupakan dunia. Apalagi selang 10 tahun terakhir begitu banyak pemberitaan yang tidak enak didengar tentang negeri kita tercinta. Mulai kerusuhan, bom, demo anarkis, rusuh sepakbola, dan masih banyak lagi.


Indonesia memang masih eksis, hanya popularitasnya menurun, prestasi dikancah Internasionalnya yang positif menurun. Terlalu banyak berita-berita negatif yang membuat posisi kita jauh dari popularitas dunia. Orang-orang meragukan keamanannya, kenyamanannya dan lain-lainnya.


China mengambil kesempatan berharga untuk menunjukkan kepada dunia tentang negerinya saat Miss World, F1 dan puncaknya saat Olimpiade. Disana ditunjukkan keramahannya, kekayaan budayanya, kekayaan alamnya, bahkan kehidupan warganya yang mapan. (Terlepas dari berita-berita lainnya yang masih tetap menjadi misteri). Saat ini, negeri bambu tersebut menjadi salah satu tujuan wisata terfavorit di dunia. Padahal sebutlah 30 tahun yang lalu, China jauh dari image saat ini.


Kemudian Afrika Selatan "mendapatkan kehormatan" untuk menjadi tuan rumah FIFA World Cup. Dipersiapkannya perhelatan luar biasa untuk menunjukkan pada dunia kebersamaan dan persamaan hak-nya. Ditunjukkan suatu budaya yang unik dan saling menghargai. Dan bila mengingat masa 20 tahun yang lalu tentang negara ini, yang ada dalm bayangan kita adalah negeri yang kurang aman.


Bila hari ini, kedua negara tersebut "berhasil" menunjukkan kepada dunia tentang perubahannya, itu luar biasa.


So, bagiku, perlu bagi kita untuk mengambil kesempatan untuk unjuk gigi dan menunjukkan kepada dunia jati diri kita dan kebesaran kita yang sebenarnya.


Selain yang sudah disebutkan diatas, masih banyak sebenarnya kesempatan kita untuk menunjukkan sesuatu kepada dunia dalam bidang seni dan olahraga serta lainnya.


Bukankah jauh lebih baik kita dikenal sebagai bangsa yang berbudaya dan memiliki prestasi tinggi dibidang olah raga dibandingkan gaung video porno artis Indonesia yang mengalahkan video Justin Bieber versi You Tube, ataupun julukan "negara terkorup" yang berhasil disabet Indonesia, tertinggi diantara 16 negara di Asia Pasifik (dirilis tanggal 8 Maret 2010 oleh Political & Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hong Kong dan Transfarency Internasional – Jerman) yang terus meningkat semenjak tahun 2000.


Dan sebenarnya, prestasi yang lebih membanggakan ada dimana-mana, hanya kalah gaungnya. Misalnya Sandhy Sondoro yang terpilih sebagai penyanyi terbaik dalam kompetisi New Wave 2009 yang diadakan di Jurmala, Latvia. Ataupun juga Teguh Sukaryo asal Purwokerto yang merupakan salah satu pianis terbaik dunia?


Nah bila kesempatan itu muncul, apa yang akan kita lakukan? Rasanya jauh bagi kita untuk bermimpi menjadi tuan rumah piala dunia, namun yang lainnya bukan mustahil!

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine