Totto Chan: Perjalanan untuk Kemanusiaan

| Juni 24, 2010 | Sunting
Totto Chan's Children
Anak-anak Totto Chan
Anak-anak Totto Chan merupakan buku kedua dari seri Totto Chan yang ditulis sendiri oleh tukoh utamanya, Tetsuko Kuroyanagi. Bila buku pertama berkisah tentang masa kecilnya, maka di buku kedua ini pembaca akan mengikuti kisah Totto Chan yang sudah beranjak dewasa.

Ia diminta oleh UNICEF, badan PBB yang mengurusi masalah anak-anak, untuk menjadi duta kemanusiaan. Dalam buku inilah Totto Chan mengisahkan 12 tahun perjalanannya bersama UNICEF, sejak 1984 hingga 1996. Ia mengunjungi 14 negara dan menyaksikan sendiri betapa beratnya kehidupan anak-anak korban kemiskinan dan juga peperangan. Dengan penuturannya yang ringan, Totto Chan menceritakan haru biru perjalanannya.

Anak-anak Afrika yang tak pernah melihat gajah

...Tapi bagi sebagian besar anak-anak
Tidak ada kebun binatang, tidak ada televisi
Dan tidak ada buku gambar
Jadi meskipun mereka tinggal di Afrika
Mereka tak tahu apa-apa,
tentang binatang-binatang di benua itu
Namun anak-anak Jepang
Meskipun tinggal sangat jauh
Akan dengan mudahnya menggambar gajah
Dan mereka tahu zebra itu seperti apa
Akankah semua anak Afrika ini
Hidup sepanjang hidup mereka, lalu mati
Tanpa pernah tahu binatang-binatang Afrika?
Sementara anak-anak di berbagai belahan dunia dapat dengan mudah melihat gajah, jerapah, dan hewan-hewan liar lainnya, baik di kebun binatang atau di televisi, banyak anak di Afrika malah tidak tahu binatang-binatang itu.

Binatang-binatang tersebut tidak semuanya hidup dekat dengan kawasan permukiman. Sementara penghasilan orang tua mereka kebanyakan hanya cukup untuk makan, sehingga impian melihat binatang itu, dari televisi sekalipun, adalah mimpi yang cukup mahal.

Anak-anak dijadikan target dalam perang Bosnia - Herzegovina
... segera setelah pertempuran berakhir
Orang-orang kembali ke rumah mereka
Seorang gadis kecil pergi ke kamarnya
Langsung mengambil boneka kesayangannya
"Maaf aku tidak bisa membawamu bersamaku
Terima kasih sudah menunggu," mungkin begitu katanya
Mengambil mainannya untuk dipeluk
Saat itulah bom meledak
Lalu membunuh anak itu
No war, not our children, not their children
Sampai sebegitu kejamkah? Hingga terbersit pikiran untuk menyimpan ranjau di mainan anak-anak. Benda yang tak mungkin akan mereka hindari, malah akan ia dekati, ia peluk, dan… BUM! Benda-benda yang disimpan ranjau di dalamnya, seperti cone eskrim, coklat, dus jus jeruk, jelas saja anak-anak akan mendekati. Siapa yang memiliki ide iblis semacam itu?

Atau di Haiti, anak usia 12 tahun banyak yang menjadi pelacur, dengan resiko HIV AIDS (72% pelacur Haiti terjangkit HIV/AIDS). Atau kisah di Tanzania, negara dengan curah hujannya hanya 2,5 cm pertahun. Dimana air menjadi barang yang langka, bahkan untuk mengambil air kotor berlumpur saja harus menempuh 6,8 kilometer. Di India, kasus penyakit polio atau tetanus yang menjangkiti anak-anak, ribuan anak meninggal karena tak adanya vaksin, ketidak tahuan, hingga karena masalah kemiskinan.

Membaca buku ini membuatku bersyukur dengan apa yang kualami, masa kecilku. Kutidak harus merasakan perang, hidup benar-benar tanpa air, atau tidak harus menjajakan diri hanya untuk mempertahankan hidup.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine