Jika

| Agustus 09, 2009 | Sunting
Terlelap, berpikir
Kalau aku? Kira-kira gimana yah reaksi orang-orang kalau aku dijemput sang malaikat maut? (mikirin ini membuat aku merinding) Apakah kalian bakal kehilangan, menangisi kepergianku? (bilang iya,,,bilang iya,,,,!) Atau kalian bakal bikin syukuran potong tumpeng 7 hari 7 malam untuk merayakan musnahnya diriku dari muka bumi ini? Akankah komentar-komentar seperti: “aku sedih dengan kepergian dia”, “kita kehilangan orang yang kita sayangi”, “dunia berduka atas kepergiannya” bakal mengiringi kematianku?

Ataukah justru testimon: “akhirnya…metong juga tuh orang, gw udah menantikan saat-saat seperti ini datang” “dunia damai tanpanya” “sial..duitku belum dibalikin main mati aja tuh orang,,bilang-bilang dulu kek” yang nantinya mengisi atmosfer kematian gw? Yah.. We’ll see.

Kematian itu biasa, tapi bagaimana kita membuat yang biasa itu menjadi sesuatu yang meninggalkan kesan mendalam?

Dari penghujung bulan Juli sampai awal bulan Agustus ini aku disuguhi dengan beberapa berita kematian orang-orang yang cukup punya nama. Dari sang legendaris pop, Jacko. kemudian seniman eksentrik Mbah Surip, yang kemudian disusul dengan terbangnya sang karib, si Burung Merak WS Rendra. sampai yang terakhir dan juga yang tengah menjadi bahan pembicaraan di pelbagai tempat yakni Noordin M.Top.

Ke-empatnya memang sama-sama tutup usia, sama-sama menjadi berita, tetapi orang-orang berbeda dalam menanggapi keepergian mereka.Kebanyakan dari kita tentu kehilangan dengan perginya Jacko dan sepasang sahabat Mbah Surip dan WS Rendra, akan tetapi apakah kita juga kehilangan dengan tewasnya Noordin M.Top?? Kalau ternyata benar yang selama ini diberitakan bahwa dia itu teroris, aku sih bersyukur banget dia bisa tewas. Atau kalau perlu dibikin syukuran atas tewasnya dia, sang-pengacau-keamanan. Dengan kata lain, kematian Noordin M.Top sangat amat diharapkan sekali.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine