Indonesian Day PPI-IIUM, Mengingat Ulang Arti Merdeka

| September 19, 2015 | Sunting
"Indonesia sudah merdeka sejak 70 tahun lalu. Tetapi setelah hengkangnya bangsa-bangsa yang menjajah kita, penjajahan terus saja eksis dalam bentuk-bentuk baru. Penjajahan dalam konteks inilah yang akan menjadi tantangan kita ke depan.", ungkap Prof. Erry Yulian Triblas Adesta dalam upacara bendera yang membuka rangkaian cara Indonesian Day PPI-IIUM pagi tadi (19/9). Melalui kegiatan ini diharapkan hubungan masyarakat Indonesia di IIUM semakin rapat. Dan mampu mensinergikan karya bersama bersama untuk Indonesia. Turut hadir pagi tadi adalah para mahasiswa, dosen, alumni, hingga pekerja-pekerja Indonesia di IIUM.
Prof. Erry Yulian Triblas Adesta menyampaikan amanat upacara
Dalam amanat upacaranya Prof. Erry juga menegaskan pentingnya untuk mengingat ulang arti merdeka. Saat ini berbagai masalah mencengkeram negara kita, mulai dari korupsi, rendahnya mutu pendidikan, hingga kemiskinan. Padahal, bila kita mengingat ulang arti kemerdekaan Indonesia, ada janji untuk mensejahterakan rakyat, mencerdaskan bangsa, dan juga perdamaian serta keadilan sosial. Sudah benar merdekakah kita?

Retoris Prof. Erry tersebut lantas seakan diamini oleh Zamila, seorang landscaper asal Bangkalan, Madura. "Merdeka? Ya senang, ya sedih Dik. Senang karena kita hidup di (alam) merdeka. Bisa bekerja. Bisa nyekolahin anak. Tetapi Akak juga sedih kalau ingat saudara di kampung. Nak buat kerja susah. Anak-anak berhenti sekolah. Sampai airpun kadang  kena beli!"

Lantas apa yang bisa kita lakukan sebagai warga negara Indonesia? Juga sebagai diaspora Indonesia? Pertanyaan ini yang akan dicoba untuk dijawab malam ini oleh Dr. Ali Sophian pada sesi kedua Indonesian Day PPI-IIUM. Dimulai pukul 19:30 di Experimental Hall IIUM.

Jangan lupa datang :)

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine