Di Tepi Awan, Pinggir Hujan, Tengah Pelangi

| November 14, 2009 | Sunting
Rumah Pelangi - Roni Delmonico
Rumah itu selalu ada di sana
di tepi awan, di pingir hujan,
di tengah-tengah pelangi
dengan nafasnya yang merdeka
jendela-jendela yang terbuka
dan pintu yang tersenyum ramah tamah
undakan anak tangga menuju ke terasnya
mengundangku untuk melompat kijang
dan menghantarkan hatiku dengan bernyanyi
sebuah lagu kanak-kanak yang kukenal sangat
namun tak terlafalkan dilidah, hanya di hati

berdengung lembut di telinga sanubari
dan menetap di sana.
Mari masuk, minum teh secawan,
lahaplah pisang goreng hangat
dengan mentega dan gula
mereka dan aromanya
hantarkan sebuah kehangatan di pusat jiwa
tepat di tengah-tengah raga yang fana
mempertemukannya dengan sentrum yang baka,
titik itu namanya: b a h a g i a
yang begitu sederhana dan mudah
tidak berbelit tidak berkelit
hanya seadanya, seperti itu
seakan segala sesuatu memang begitu,
tak perlu dipertanyakan.
Rumah itu selalu ada di sana.
Di tepi awan, di pinggir hujan,
di tengah-tengah pelangi.
Dia ada. Tak perlu dipertanyakan
atau dijelaskan atau diperdebatkan.
Tanpa perbantahan.
Aku tahu: dia ada.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine