Pesawat Uruguay yang bernomor 571 yang jatuh di pegunungan Andes |
Cuaca buruk memaksa mereka bermalam di kota kecil Mendoza, Argentina sebelum melanjutkan perjalanan keesokan siangnya. Bagaimanapun, awan tebal yang menyelimuti angkasa pegunungan Andes dan kuatnya hembusan angin membuat perhitungan awak pesawat meleset dan pesawat jenis Fairchild tersebut malah menabrak salah satu puncak pegunungan Andes dan terjatuh.
Lima orang meninggal seketika, sementara tujuh lainnya hilang. Dan saat itulah perjuangan 33 orang yang selamat, meski sebagian antaranya terluka, dimulai. Dengan persediaan makanan seadanya. Juga dingin yang menggingit. Belum lagi campur aduk perasaan bingung dan sedih karena hilangnya teman dan keluarga.
Keadaan menjadi semakin biru begitu mereka mendengar berita dari radio bahwa pemerintah Uruguay (bersama dengan Argentina dan Chili) menghentikan proses pencarian korban, hanya 11 hari setelah kecelakaan. Tim pencari yang menemukan salah satu radio transmitor pesawat memprediksi sudah tidak ada lagi penumpang yang selamat. Mereka sangat terpukul tentunya dengan berita tersebut.
Lima orang meninggal seketika, sementara tujuh lainnya hilang. Dan saat itulah perjuangan 33 orang yang selamat, meski sebagian antaranya terluka, dimulai. Dengan persediaan makanan seadanya. Juga dingin yang menggingit. Belum lagi campur aduk perasaan bingung dan sedih karena hilangnya teman dan keluarga.
Keadaan menjadi semakin biru begitu mereka mendengar berita dari radio bahwa pemerintah Uruguay (bersama dengan Argentina dan Chili) menghentikan proses pencarian korban, hanya 11 hari setelah kecelakaan. Tim pencari yang menemukan salah satu radio transmitor pesawat memprediksi sudah tidak ada lagi penumpang yang selamat. Mereka sangat terpukul tentunya dengan berita tersebut.
Ketika tak ada lagi perbekalan makanan yang bisa mereka makan, satu-satunya sumber makanan adalah daging para korban yang telah meninggal, tubuh teman-teman mereka sendiri. Namun begitulah, demi bertahan hidup, para penyintas itu memberanikan diri untuk memakannya.
Malangnya tak semua korban dapat bertahan. Beberapa jatuh sakit dan meninggal. Sebagian tewas tertimbun longsoran salju saat mereka terlelap.
12 Desember
Di hari ketiga perjalanan, diputuskan Vizintin harus kembali ke lokasi kecelakaan karena bekal kian menipis. Parado dan Canessa melanjutkan perjalanan.
Beberapa hari berselang, Parado dan Canessa mulai menemukan sungai. Dari sungai inilah mereka yakin akan keluar dari Andes. Mereka terus mengikuti alur sungai tersebut hingga benar-benar menapak tanah, bukan lagi salju.
Bermula dari sana keduanya menemukan tanda-tanda kehidupan. Mulai dari sisa-sisa kemah gembala, hingga kawanan sapi pada hari ke sembilan perjalanan.
Di tempat itu keduanya lalu beristirahat. Canessa-lah yang kemudian melihat laki-laki berkuda di seberang sungai. Awalnya ia berpikir itu hanyalah semacam halusinasi, tetapi kemudian muncul 3 orang lain.
Mereka meneriaki para gembala itu, berusaha menceritakan kondisi mereka. Derasnya air sungai tetapi membuat komunikasi nyaris mustahil. Namun, keduanya mendengar salah seorang dari gembala itu berteriak, "Besok!"
Saat itulah mereka mulai yakin akan selamat.
Keesokannya, si lelaki berkuda kembali datang dengan makanan. Dari seberang sungai ia juga melemparkan kertas dan pena yang diikatkan pada sebuah batu.
Nando Parrado dan Roberto Canessa, bersama dengan Sergio Catalan, sang gembala penyelamat |
Parrado menuliskan catatan di kertas, si gembala paham. Ia memacu kudanya ke desa terdekat, sebelum menumpang truk dan melapor polisi. Di saat sama, teman si gembala berhasil membawa Parrado dan Canessa ke sebuah kawasan kamp terdekat, Los Maitenes.
Pagi hari, 22 Desember, berita yang mereka tunggu muncul di radio. Siang harinya dua helikopter penyelamat datang, bersama Parrado sebagai penunjuk.
Hari itu, 6 penyintas diangkut dari lokasi kecelakaan. Delapan lainnya harus melanjutkan bermalam di lokasi kecelakaan bersama anggota tim penyelamat. Baru keesokannya, semua yang tersisa berhasil diangkut dan dibawa ke Santiago untuk perawatan.
Tubuh para korban yang meninggal dikuburkan dengan layak kemudian, sekitar 80 meter dari lokasi jatuhnya pesawat. Tumpukan bebatuan dan salib diletakkan sekitar kubur mereka, sebagai tanda dan pengingat kecelakaan tersebut.
Kini Nando Parrado dan sebagian temannya yang masih hidup berusia sekitar 50-an tahun. Setiap tahun mereka mengadakan reuni ke pegunungan Andes untuk mengenang masa-masa perjuangan dulu. Puluhan judul buku dan filmpun diterbitkan. Termasuk catatan Nando Parrado sendiri, Miracle from the Andes - yang juga menjadi sumber utama tulisan ini.
Nando Parrado dan teman-temannya menunjukkan pada kita bahwa miracle is achievable! Keajaiban itu bisa kita raih dengan usaha sungguh-sungguh. Semangat pantang menyerah dan tak kenal putus asa. Akan lain ceritanya, jika mereka saat itu hanya pasrah menunggu maut datang menjemput di atas Andes misalnya.
Hari itu, 6 penyintas diangkut dari lokasi kecelakaan. Delapan lainnya harus melanjutkan bermalam di lokasi kecelakaan bersama anggota tim penyelamat. Baru keesokannya, semua yang tersisa berhasil diangkut dan dibawa ke Santiago untuk perawatan.
Tubuh para korban yang meninggal dikuburkan dengan layak kemudian, sekitar 80 meter dari lokasi jatuhnya pesawat. Tumpukan bebatuan dan salib diletakkan sekitar kubur mereka, sebagai tanda dan pengingat kecelakaan tersebut.
***
Selama kurang lebih 3 bulan mereka hidup di pegunungan Andes, berselimut salju dan kemudian bertahan dengan daging tubuh teman-temannya sendiri. Itu semua mereka lakukan dengan satu semangat untuk tetap bertahan hidup. Juga demi teman-teman mereka yang meninggal. Dan bagi Nando Parrado itu semuanya bisa terjadi karena kekuatan cintanya kepada sang Ayah yang selalu menyemangatinya untuk bisa bertahan hidup.Kini Nando Parrado dan sebagian temannya yang masih hidup berusia sekitar 50-an tahun. Setiap tahun mereka mengadakan reuni ke pegunungan Andes untuk mengenang masa-masa perjuangan dulu. Puluhan judul buku dan filmpun diterbitkan. Termasuk catatan Nando Parrado sendiri, Miracle from the Andes - yang juga menjadi sumber utama tulisan ini.
Nando Parrado dan teman-temannya menunjukkan pada kita bahwa miracle is achievable! Keajaiban itu bisa kita raih dengan usaha sungguh-sungguh. Semangat pantang menyerah dan tak kenal putus asa. Akan lain ceritanya, jika mereka saat itu hanya pasrah menunggu maut datang menjemput di atas Andes misalnya.