Laron, Anak-anak Ayam dan Mereka yang Kalah

| November 14, 2008 | Sunting
bulu-bulu laron. empunya sudah dipatuk ayam mungkin
pagi yang masih buta tak jadi aral turunnya hujan. azan subuhpun terdahului kala pasukan air raja langit datang menyerbu bumi dengan lesatan peluru cairnya yang kemudian membuat diriku malas beranjak dari tempat tidur. lagipula haripun masih samar.

kabut putih berarak dalam tanda tanya: apa yg menyebabkan terhamparnya selimut sang dewi nirwana? kala hujan reda, bergantian datang pasukan yang mungkin saja anak buah antareja dari dalam tanah. atau mungkin tepatnya kolaborasi dari antareja dan gatutkaca karena walau dari dalam tanah, tetapi mereka punya sayap dan bisa terbang. siapa dia?

laron. yah, laron yang keluar dari liang mereka yang bersanding dengan rayap. hujan yang baru saja turun menjadi panggilan ampuh bagi bangsa laron untuk keluar kandang. dan akhirnyapun berburu laron menjadi aktivitas anyar pagi ini. berbekal plastik bungkus krupuk, berlarian anak-anak kecil mencari lubang laron. begitu terjumpa, mereka kemudian menutup pintu sarangnya dengan plastik sehingga laron yang keluar akan langsung terperangkap ke dalamnya.

senanglah pasti mereka sengan seplastik laron yang bisa mereka bawa pulang untuk kemudian digoreng oleh ibunya. berubahlah kemudian binatang-binatang tadi menjadi lauk yang cukup yummy.  sayang aku alergi dengan laron. bahkan dengan sisa minyak goreng laron sekalipun.

pagi ini juga hal lain yg patut aku pikirkan. si burik, anak ayamku yg gemuk dan sehat disambar luwak di kebun blakang rumah. aku yang baru mau wudhu tinggal mendapatkan sisa suaranya yang bisa jadi meminta tolong. ini adalah kali kedua ayam-ayamku mati. yang pertama adalah adik-adik si burik. dari 9 jumlahnya, tinggal 5 karena yang 4 mati dimakan kucìng.

dan paling gak ada pelajaran yg bisa ku ambil dari peristiwa pagi ini: ternyata hukum rimba, yang intinya survival of the fittest, hingga kini masih eksis. yang kuat ngalahin yang lemah agar bisa bertahan hidup. dan laron juga ayam tadilah yang mewakili golongan minor dan manusia pun luwak menjadi mereka yg kuat.

aktualisasinya di dalam kehidupan bahkan semakin jelas dan mudah dijumpai, dimana golongan lemah selalu menjadi bulan-bulanan keadaan. serìng pula mereka yang punya kuasa memanfaatkan kekuasaan itu untuk menindas yang lemah...

sebagai kaum yang tak mau ditindas walau lemah aku harus cerdas sehingga aku tidak mudah dibohongi,tidak gampang masuk perangkap seperti yang dipasang oleh bocah pencari laron tadi. sehingga, yuk aku mau sekolah dulu.

aku adalah laron bersayap kecil yang sedang berusaha menggapai langit dan meraih para bintang, tempat kugantung mimpi yg sempurna!

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine