Koin Penyok

| Januari 03, 2009 | Sunting
Seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa.Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi keuangan keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih berkutat pada bagaimana cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.


Ketika ia tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.“Oh, hanya sebuah koin yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia tetap membawa koin itu ke sebuah bank. 
Koin Kuno
“Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata petugas bank memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si petugas, membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 Rupiah.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 Rupiah, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya juga nomor satu. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 Rupiah kepada lelaki itu.


Awalnya terlihat keragu-raguan di mata laki-laki itu. Namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu sebagai ganti. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang menata rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 Rupiah. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 Rupiah. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 Rupiah. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine