Empat Tahun Setelah Tsunami

| Desember 27, 2008 | Sunting
Sisa-sisa tsunami yang menghempas ujung Sumatera, Desember 2014
Kemarin, 26 Desember. Tepat empat tahun yang lalu, terjadi satu bencana besar yang melanda bangsa ini, tepatnya di bagian paling barat Nusantara, yaitu di Aceh. Gempa yang kemudian disusul oleh tsunami, meluluhlantakkan serambi Mekah itu, dan juga negara-negara lainnya di sekitar Samudera Hindia. Lebih dari 200 ribu jiwa melayang di Aceh, karena banyak juga yang tidak ditemukan. Puluhan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal, dan Aceh tak akan pernah sama lagi seperti dulu. 

Empat tahun telah berlalu. Masihkah kalian ingat peristiwa itu? Masihkah kalian ingat ketika pada waktu itu bangsa kita bersama-sama, bersatu pada, membangun kembali Aceh dan Nias, saling bahu membahu meyakinkan Tanah Rencong bahwa semuanya akan baik-baik saja meskipun susah untuk mewujudkannya, tapi kita bisa.

Kita bisa bersatu ketika itu. Bersatu membangun kembali tanah yang luluh lantak, cucuran keringat, cucuran dana, cucuran doa, semuanya tertuju ke sana... bahkan terjadi perubahan besar di mana GAM (Gerakan Aceh Merdeka) akhirnya mengakui Aceh sebagai bagian dari NKRI pasca tsunami... Bencana itu membawa berkah, walaupun ternyata memakan banyak sekali korban jiwa.

Semua itu telah berlalu. Masihkah kita ingat masa itu? Masihkah kini kita punya rasa belas kasihan itu? Masihkah kini kita tahu bagaimana caranya bahu membahu, tolong menolong, demi negara kita yang sedang di ujung napas ini?

Masihkah ada yang peduli dengan itu?

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine