Persahabatan

| Desember 06, 2008 | Sunting
Kemarin malam, setelah Maghrib begitu tepatnya, telepon genggamku bergetar. Ada SMS masuk.
Innalillahi wainna illaihi rajiun, telah pergi meninggalkan kita semua, Rizal Andianto, 05 Des 2008..
Deg. Siapa coba yang tidak cemas begitu membaca pesan semacam itu? Kalimat Innalillahi wainna illaihi rajiun, lalu diikuti nama teman kita. Ya Allah, kenapa Rizal harus pergi secepat ini?, pikirku.

Setelah sekian lama pertemanan kami, saat itulah kurasakan betapa teman-teman memiliki tempat tersendiri di sanubari. Kemarin hari ketika ayah teman meninggal saja tidak terlukis sedihnya, apalagi sekarang teman sendiri? :( 

Kami tiap hari bertemu, ngobrol - apalagi ia duduk tepat di depan tempat dudukku. Ah, nangis.

Langsung aku forward pesannya ke teman-teman. Walau ternyata mereka juga sudah mendapatkan kabarnya. Tapi, balasan Guruh - ketua kelas kami, malah sedikit berbeda, "Mung teror iku, diwoco nganti ngisor Bas. Aku wis arep nangis, nanging bulane... Ah, wacanen dhewe Bas."

Akhirnya kubuka ulang pesannya. Benar ternyata. Pesan tadi belum selesai. Ada spasi berratus kali yang memisahkannya dari penutup pesannya, _untuk hijrah ke London nemenin the Changcuters.

Humm... Diisengi oleh teman sendiri itu rasanya.. Awas kowe Zal.

Lalu bagaimana respon teman-teman kelas pagi tadi?

Alfian rasanya yang paling geram nih, marah banget dia. "Cah kok.. Oooo.." Yuli, cewek paling gila di kelas ngomong, "Aaah Ical, pintar banget membuat hatiku mau jatuh!" Didik, benar bahwa kullu nafsin zaikotil maut Zal. Tapi gak usah buat teman sport jantung.. Eddy, "Aah sorry Zal, aku wingi ora nglayat. Aku lagi latihan band!"

Sahabat selamanya
Yah, demikianlah bukti kebodohanku dan teman-teman. Tapi ada hal yang rasanya harus digaris bawahi dan ditebalkan di sini: ada hal-hal tertentu yang ternyata membuat kita merasakan betapa indahnya persahabatan.

Dan... Inilah kabar terakhir dari Rizal: Ini adalah layanan IM3 Friendship. Pelanggan nomor 085647535*** meminta ANDA u/ tdk melupakannya, menyayanginya sebagai seorang sahabat dan maafkan segala kesalahannya. Terima Kasih.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine