Titik Akhir, Lintasan Ragu

| Desember 31, 2008 | Sunting
detik detik yang perlahan terangkai menjadi untaian menit tak terelakkan bila pada akhirnya menggumpal, dan tahun tlah mencapai pangkal secara tidak terhitungkan. yah tiada yang tahu kapan waktu akan berhenti bergulir, tetapi nyatanya ia terus mengalir lembut hingga mencapai hilir. kutersadar pabila ku semakin dikejar waktu, ia terus dan terus menghimpitku. aku tahu bahwa sesungguhnya ini adalah tahun yang lambat, tetapi dalam lambat yang sangat membuatku jengah itu terselip berbagai manfaat yang memintaku untuk senantiasa bersyukur atas umur yang masih terukur. dan pada akhirnya kini aku hanya mampu tuk sekedar menunduk dan merenung seraya mengulak-alik apa yang telah terlewati dalam setahun ini yang tlah tertumpuk rapi dalam lembar-lembar catatan kusam dan kemudian tentukan apa yang harus kulakukan: penyesalan atau senyum bangga penuh kemenangan.

namun sudahlah, apa yang telah terlanjur hanyalah akan menjadi ratapan sia-sia apabila kita tak segera mendongak menatap asa yang tergantung di depan sana. apa yang telah terlewati di belakang sana hanyalah sebuah pelajaran yang dapat kita petik, semoga apabila kembali terjadi di depan nanti kita sudah tahu apa yang harus kita kerjakan, tangan kita sudah tahu apa yang harus segara ia raih,dan kaki kita juga sudah mengetahui arah kemana ia akan pergi. yah memang tiada gunanya kita meratap sementara waktu tak mungkin terulang kembali karena memang waktu adalah dimensi satu arah yang berjalan lurus ke depan tanpa bisa melakukan pembelokan kembali ke belakang. rajutan inspirasi yang terus berlanjut menyatakan bahwa sudah saatnya kita tuk segera tanggalkan 2008, secerlang apapun ia karna masa yang mungkin akan lebih bersinar telah datang. tak bisa terelakkan pula bila segera kita satukan angan tentang apa saja yang kita impikan di tahun yang baru, karena jangan sampai kita telah bisa berdiri di atas suatu titik namun kita tak tahu apa yang akan kita lakukan di atas titik tersebut.

dan kini saat sebuah titik hampir saja terlampaui, kita harus segera menyiapkan bekal untuk titik selanjutnya. selayaknya seorang pemain sepak bola yang harus mempersiapkan stamina dan strategi untuk menghadapi pertandingan, kita juga harus seperti itu pula dalam konteks yang berbeda.satu langkah lagi kita akan segera menginjak dimensi waktu yang anyar dimana kita artinya juga harus segera melakukan sebuah adaptasi karena tak ayal sesuatu yang anyar pula yang akan kita temui. karena bukannya sebatang pohon akan semakin besarpula angin yang menerpanya apabila semakin tinggi batangnya??selain itu dengan umur yang semakin berisi tentunya di tahun yang akan datang (yang tinggal dalam hitungan jam akan datang, yah hitungan jam!!) kita tentunya harus segera mamikirkan kemana badan ini akan kita bawa sebagaimana impian masa kecil kita dahulu. entah jadi dokter, jadi pilot, jadi guru, walupun ada juga yang puas bermimpi menjadi tukang mimpi yang setia menyambangi berbagai tempat indah di bumi walau hanya dalam fantasi (walaupun pada akhirnya dia akan terantuk pula pada risiko terbesarnya : mimpinya buyar dipatok ayam). yah dan kini semua tergantung bagaimana greget kita untuk beranjak dan sesegera mungkin untuk membuka kotak pandora kita.

kidung kehidupan

Kilau aurora di langit Alaska
yah...hidup ini adalah bagaikan sebuah lintasan pendulum yang mengalun ke kanan dan ke kiri, sehingga apabila semakin jauh dia mengayun ke kanan maka semakin jauh pula ia mengayun ke kiri... 

mungkin sebagian dari kita menalarnya sebagai karma namun faktanya sesuatu di dunia ini selalu berpasang-pasangan.dalam warna, ada hitam ada putih.dalam dunia, ada perang ada damai...dalam cinta, ada nafsu ada kasih...semakin keras tawa kita hari ini, semakin seru pula tangis kita keesokan harinya.

semakin dalam kau melukai seorang manusia, semakin perih pula kau terlukai hidup ini adalah sebuah tatanan, bagaimana kita tetap berada di alur lurus... kalaupun memang harus, seminimal mungkin kita mengayun ke kanan dan ke kiri karena seminimal itu pula kita akan terhempas balik... karena banyak dari kita tak siap dengan pembalikan ini. 

alam sebagai pedoman, kembali, pekakan jiwa untuk membaca seringai alam, gejolak alam, eling amarang sasmithaning jagad... sebagaimana leluhur kira membangun peradaban ini, alam... sebagai sumber semua keberadaan... sebagaimana bumi, yang sekalian makhluk rela tumbuh dan berkembang di atasnya.

Arsip

Pesan Mamak

Dirimu yang dulu kususui. Pantatmu yang dulu kubedaki. Kotoranmu yang kujumputi dengan tanganku sendiri, untuk kemudian kuairi.

Pernah kuceritakan padamu tentang negeri yang jauh. Sekadar cerita kala itu. Namun, kini kupikir itu adalah doa. Negeri itu tak kan sejauh dulu. Negeri itu tak kan seabstrak ceritaku dulu. Ku ucap doa untuk setiap langkahmu. Itu akan lebih bermakna daripada sedikit receh yang kusumpalkan ke sakumu. Ku serahkan dirimu pada Tuhan-Mu.

Pergilah, demi dirimu sendiri. Ku kan tunggu kau di sini. Pulanglah ketika kau lelah. Kan kuceritakan tentang negeri yang lebih jauh. Ah, kau sudah lebih tahu pasti. Baik-baik disana, sholat dijaga. Makan? Rasanya tidak perlu ku khawatir soal itu.

 
Uraian blog ini dicuplik dari puisi Sapardi Djoko Damono, Kata, 2
Reka templat oleh DZignine